JAMBI – Daerah pemilihan (dapil) Batanghari-Muaro Jambi merupakan salah satu Dapil “neraka” di Jambi.
Di Dapil ini, partai-partai memasang politisi tenarnya untuk bertarung menuju DPRD Provinsi Jambi. Apalagi Dapil ini juga bakal diramaikan figur yang sudah malang melintang di DPRD dan pernah bertarung di Pilkada.
Seperti PDIP, di Dapil ini menurunkan Sekretaris DPD Edi Purwanto, Golkar menurunkan mantan bupati Batanghari Golkar Syahirsyah dan Masnah Busro yang juga pernah mencalonkan diri pada Pilkada Muaro Jambi.
Kemudian Gerindra ada AR Syahbandar yang saat ini duduk sebagai Anggota DPRD Provinsi Jambi. Demokrat menjagokan Sofia Joesoef istri Abdul Fattah Bupati Batanghari dan Suliyanti istri Burhanudin Mahir bupati Muaro Jambi serta Karyani Ahmad anak Ahmad Ripin anak mantan bupati Muaro Jambi.
Dari PAN ada Caleg incumbent, Bambang Bayu Suseno (BBS), PKB juga demikian, Tajudin Hasan kembali maju untuk memperebutkan kursi parlemen. PPP ada Mauli, Anggota DPRD Batanghari dua periode.
Pengamat Politik Jambi, Jafar Ahmad menyatakan, pertarungan di Dapil ini diperkirakan lebih seru dari Dapil lainnya di Jambi. “Selain Kota Jambi, Dapil Batanghari-Muaro Jambi ini Dapil ‘neraka’,” sebutnya.
Dikatakannya, bagi Caleg yang bertarung di Dapil ini, harus bisa mengukur kekuatan lawan. Sesuai dengan game teori, kompetisi baru bisa dimenangkan ketika kita tahu kekuatan lawan.
“Sekarang ini lawannya kuat-kuat, makanya kalau mainnya tanggung-tanggung akan tergilas, akan tertinggal oleh pemain yang punya kelas lebih tinggi,” katanya.
Karena pemilih ini tidak terikat dengan ideology partai, tapi terikat dengan orang-orang yang mencalonkan diri. Ini tentu berhubungan dengan sumber daya yang mencalonkan diri. Kalau calonnya selama ini rekam jejaknya biasa, yang menentukan itu tentu siapa yang paling popular.
“Istri bupati dan mantan bupati ini mempunyai peluang karena ia sudah popular, juga sudah punya rasis. Ini akan menguntungkan mereka. Juga sumber dana yang mereka memiliki cukup memadai,” tuturnya.
Untuk itu, bagi petarung baru, jika tidak mempunyai sumber dana yang banyak, harus menjadikan diri lebih unggul dari lawan. Kalau lawan unggul dengan sumber dana, kita harus unggul dengan yang lain.
“Misalnya, kalau yang lain jam kerja sosialisasinya empat jam satu hari, kita harus unggul 10 atau 12 jam sehari. Kita pastikan diri kita setiap hari melakukan itu. Ini untuk mendekatkan diri dengan pemilih. Dengan ini bisa meningkatkan popularitas, karena keterpilihan itu awalnya dari popularitas. Kalau tidak popular tidak mungkin dipilih. Jadi bagi pendatang baru harus kerja ekstra keras,” jelasnya.
Kalau dengan kontrak politik, menurut Jafar ini tidak terlalu mendongkrak. Kepercayaan masyarakat terhadap kontrak politik dalam jangka panjang itu susah. Karena masyarakat sudah sering kali dibohongi oleh Caleg maupun calon kepala daerah.
“Jadi yang lebih kuat itu jangka pendek. Misalnya adanya sumber dana itu jadi penentu, padahal ini tidak untuk membentuk suasana demokrasi yang baik. Yang harus dilakukan itu bagaimana menunjukkan kita bisa mewakili mereka. Rekam jejak apa yang harus kita lakukan juga menentukan pilihan juga,” tandasnya.
Uang bisa mempengaruhi pilihan, karena pemilih kita bukan merupakan pemilih rasional. “Berfikirnya jangka pendek. Politiknya transaksional, kalau transaksional butuh uang, barang, sembako dan lainnya,” pungkasnya.