Fattah Delegasikan Kewenangan ke SKPD

Rabu 09-10-2013,00:00 WIB

JAMBI- Sidang kasus korupsi pengadaan Damkar Batanghari dengan terdakwa Bupati non aktif A Fatah kembali digelar oleh Pengadilan Negeri Jambi selasa (8/10) kemarin. Sidang dipimpin Hakim Ketua Elly Warti ini dimulai pukul 09.30 WIB. Sidang sendiri diagendakan dengan pemeriksaan terdakwa dan mendengarkan keterangan saksi ahli yang di hadirkan oleh terdakwa.

Dalam persidangan tersebut diketahui terdakwa tidak  pernah mengikuti dan menyusun APBD di daerahnya. Karena menurutnya peran bupati hanya bertugas melegalisasikan saja.
\"Selaku bupati saya hanya menjadi pengantar, seperti membuka rapat dan kalau pembahasan saya tidak ikut,\" ujarnya dimuka sidang.
Dikatakannya dipersidangan ia juga tidak mengetahui persis adanya pengadaan mobil Damkar tahun 2004 lalu, sama sekali tidak tahu, setelah kasus ini mencuat baru tau. Sama halnya dengan faks dari mendagri, ia tidak mengetahui adanya faks tersebut.
\"Saya mengetahuinya setelah ada pemeriksaan baru tahu,\" ungkapnya.
Penuturannya pada waktu itu surat tersebut ia disposisikan ke pada dinas tata kota agar segera melaksanakan kegiatan yang diagendakan. Dispossisi itu harus seizin sang bupati dan harus mengetahui semua. Namun dalam penandatanganannya semua SPK tersebut  sebagai pengguna anggaran ia tidak membacanya terlebih dahulu, karena itu bersama-sama dengan SPK yang lain.
\"Saya tidak membaca SPK tersebut, tinggal tanda tangani saja,\" paparnya.
Karena menurutnya penandatanganan tersebut bermaksudnya untuk tidak menghambat proses yang sudah dilakukan oleh SKPDnya yang sudah ia disposisikan Menurutnya, penandatanganan tersebut sudah ada mekanismenya.
\"Kita tidak boleh menghambat semua proses tersebut, dan saya kira sudah clear,\" tuturnya.
Ia juga  tidak pernah memerintahkan usman T untuk menerima barang yaitu satu unit mobil, menyuruh menghadap kepala bapedda juga tidak pernah disuruh olehnya, dan tidak pernah dilaporkan bahwa pada saat itu mobil tersebut sudah ada.
\"Tidak pernah dilaporlan bahwa mobil sudah datang, tahupun tidak, tahunya pun setelah ada penyidikan,\" sengitnya.
Dipersidangan kemarin, JPU memperlihatkan rekaman video saat Fattah bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat 2009 lalu. Sedikit berbeda dengan keterangan di Tipikor Jambi, didalam rekaman tersebut Fatah menjelaskan mekanisme pembelian mobil damkar yang pengangarannya dianggarkan APBD perubahan. Bebeda dengan keterangan di persidangan di pengadilan Tipikor Jambi. Dalam rekaman sidang di KPK, tersebut terungkap bahwa Abdul Fattah mengaku bahwa dirinya menerima radiogram dari Mendagri. \"Penawaran langsung ke dinas, tapi kalau radiogram ke saya,\" kata Fattah dalam rekaman video yang didapat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.
Dalam penawaran, ternyata harga yang ditawarkan untuk Batanghari termasuk paling tinggi di seluruh Indonesia. Terkait hal ini, Fattah tidak sempat mempertanyakan harga yang ditawarkan di daerah lain.
\"Mungkin di Jambi tidak pernah tahu harga satu dengan yang lain, karena jarak antara radiogram dan barang datang itu tidak terlalu lama,\" ungkapnya dalam rekaman itu.
Sementara itu Nelson Freddy, kuasa hukum Fattah, keberatan dengan video rekaman yang diputar oleh JPU tersebut, karena rekaman tersebut tidak dijadikan alat bukti. Sedangkan Fattah, meski telah mendengar kesaksiannya beberapa waktu lalu, dia tetap pada keterangannya saat ini. \"Saya tetap dengan keterangan saya disini, karena waktu itu saya tidak konsentrasi,\" kata Fattah.
Pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jambi kemarin, keterangan saksi ahli meringankan yang dihadirkan terdakwa yaitu Prof Mustafa abdulah SH,MH ahli dari hukum pidana dan Prof Ahmad syarifudin ahli Hukum Administrasi Negara yang keduanya berkerja sebagai dosen luar biasa ini cukup meringankan dalam keterangannya didepan majelis hakim.
Prof Mustafa abdulah SH,MH ahli dari hukum pidana ini mengatakan dalam surat disposisi tersebut, ada kata-kata “sodara kadis tata kota mohon proses sesuai prosedur\", dan dari kata-kata tersebut menurutnya terdakwa telah menyerahkan segala urusannya kepada SKPDnya.
\"Saya melihat itu bukan suatu pidana, malah itu bagus menyuruh anak buahnya berbuat baik, kalau pun ada yang yang bertanggung jawab, itupun harus anak buahnya,\" sebutnya.
Saat ditanyakan JPU Jika fakta-fakta dipersidangan ada tersangka baru dapatkah dipidana ? Saksi ahli menjawab tidak bisa alasannya dakwaan tidak bisa sama dengan yang terdahulu.
\"Tidak bisa didakwa dengan terdakwa yang terdahulu, bupati sebagai pejabat tertinggi di daerahnya, telah menyerahkan kepada SKPDnya dan telah menasehati agar tidak melenceng itu bagus, dan itu yang harus bertanggung jawab orang yang diberi wewenang,\" paparnya.
Prof Ahmad Syarifudin beranggapan bahwa kepala daerah adalah kepala didaerahnya sesuai yang ada didalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pada Pasal 10 yaitu dilaksanakan perangkat daerah, pemegang kekuasaan umum kepala daerah. Bila bupati telah memberikan wewenang kepada bawahannya, artinya yang diberikan kewenangan lah yang bertanggung jawab, semisal presiden memberikan kewenangan kepada menteri, bila mentri yang bersalah, prresiden tidak dikenakan sanksi.
\"Jadi menurut keterangan saksi, yang seharusnya bertanggung jawab, adalah orang menjalan delegasi dari pemimpin. Apakah pertanggung jawaban secara pidana atau perdata,\" paparnya.
Saat ditanyakan JPU apabila kepala daerah menyuruh SKPD mengadakan kegiatan apakah itu menjadi tanggung jawab SKPD atau Kepala Daerah? Saksi ahli menjawab tergantung dari kewenangan tersebut, karena semuanya telah memiliki kewenangan tergantung perintahnya bagaimana.
\"semuanya sudah ada kewenangannya sepanjang segalanya sudah dalam ruang lingkup itu, terhadap kasus ini, bupati kan sudah mengangkat orang2 yang berkompeten,\" sebutnya.
Sementara itu untuk persidangan berikutnya akan dijadwalkan lagi pada dua minggu kedepan, setelah 4 jam menjalani persidangan akhinya terdakwa dibawa kembali dengan pengawalan ketat.

(Cr12)

Tags :
Kategori :

Terkait