Tidak terdapatnya koordinasi yang baik di dalam tim melakukan tindakan medis, terdapatnya \"25 informed consent\"/ lembar persetujuan tindakan kedokteran.
Tidak adanya tindakan persiapan jika korban secara tiba-tiba mengalami keadaan darurat seperti EKG/ pemeriksaan jantung baru dilakukan setelah korban selesai dioperasi dengan kondisi gawat, yang seharusnya seluruh tindakan medis dan tindakan kedokteran yang dilakukan oleh terdakwa
Keenam. Dengan melihat pertimbangan MA dihubungkan Dengan melihat teori-teori pemidanaan, maka dengna mudah kita dapat menangkap bahwa kesalahan yang dilakukan oleh Dr. Dewa Ayu merupakan bentuk kelalaian/kealpaan/kekuranghati-hatian (culpa).
Berbagai analisis yang telah disampaikan, sekali lagi membuktikan, kasus ini memang kasus medis. Namun pembuktiannya sudah melalui mekanisme hukum acara yang berlaku. Sehingga walaupun seorang sarjana hukum dapat memahami kasus ini secara “terang benderang”.
Dengan demikian, maka klaim dari Menteri Kesehatan tidak tepat. Oleh karena itu sudah semestinya Menteri Kesehatan tidak “memutar balik” dan menarik persoalan ini “semata-mata” cuma berkaitan dengan “etika” dan praktek kedokteran tidak tepat, apabila dibandingkan dengan menggunakan teori hukum pidana.
(Penulis adalah praktisi hukum dan aktivis lingkungan)