JAKARTA - Konflik terbuka antara Capres Hanura Wiranto dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar lantaran mengkritik capres PKB Rhoma Irama terus bergulir. Tantangan untuk debat terbuka pun dilontarkan oleh Muhaimin.
Pengamat Politik Charta Politika Arya Fernandes mendukung jika tantangan debat yang disuarakan oleh PKB diterima oleh Hanura. Hal ini , kata Arya, tentunya akan menjadi ajang penilaian bagi masyarakat kepada capresnya.
“Kalau PKB serius menantang debat terbuka, kenapa Hanura harus takut. Inilah Demokrasi, selama masih dalam koridor visi, misi dan program capres kenapa tidak dilakukan debat,” ujar Arya.
Menurut Arya, budaya debat harus terus dilestarikan. Apalagi ini terkait dengan para calon pemimpin nasional. Tentunya mereka harus bisa mengadu argumen visi dan programnya dengan capres lainnya. “Kalau tidak pernah diperdebatkan dan diuji dalam kontes adu argumen, kita tidak pernah tahu sehebat apa program dan visi para capres itu,” paparnya.
Arya juga mengatakan, akan sangat disayangkan jika Hanura sebagai partai yang mengusung jargon pembaharuan dengan hati nurani, tidak menerima tantangan dari PKB sebagai partai yang mengusung Rhoma Irama sebagai salahsatu capresnya.
“Saya pikir kalau Hanura menolak tantangan PKB, maka masyarakat akan menilai Hanura belum memiliki kesiapan untuk mengusung capresnya. Dan ini akan menjadi poin plus bagi PKB yang sudah secara terbuka menantang Wiranto. Toh di negara-negara maju debat sudah sangat biasa,” tandasnya.
Hal senanda juga diungkapkan oleh pengamat politik Point Indonesia Karel Harto Susetyo, menurutnya, Hanura yang saat ini sudah menjadi partai mapan secara pendanaan, setelah masuknya konglomerat media Hary Tanoe, harusnya menerima tantangan itu.
“Terima saja, siarakan secara langsung di televisi, toh masyarakat akan tau siapa yang paling bagus antara Rhoma dan Wiranto,” tandasnya.
Karel juga mengatakan, tantangan debat itu merupakan kesempata meas bagi Hanura untuk membuktikan pada publik sebarap tangguh capresnya. Karena itu, lanjutnya, persteruan ini bisa berbuah manis bagi kedua partai jika bisa memanfaatkanya dengan baik.
“Konflik akan berbuah manis jika dikelola dengan baik, kedua partai akan mendapatkan porsi pemberitaan yang besar ditengan dominiasi pemeberitaan korupsi,” jelasnya.
Tidak hanya itu, terang Karel, masyarakat juga sebaiknya menganggap perseteruan ini sebagai konsekuensi dari demokrasi yang ada saat ini. Karena saling adu gagasan dan argumen dalam alam demokrasi merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi, selama tidak saling menyerang persoalan pribadi dan Sara.
“Ya mari kita anggap hal ini sebagai perayaan demokrasi. Dialektika antar capres mesti terjadi agar publik tahu siapa yang harus dipilihnya,” pungkasnya.
(dms)