Oleh : Prof. Dr. M. Havidz Aima, MS
Redesign Pembangunan Jambi menurut pikiran sederhana saya adalah sebuah gugatan atas perencanaan dan implementasi pembangunan daerah Jambi, atau setidak tidaknya bertolak dari sebuah kerisauan konstruktip untuk mencari alternatip bagi pembangunan Jambi kedepan. Dalam kajian dan pendalaman redesign pembangunan ini, asumsinya, variabel perencanaan dan implementasi pada pembangunan daerah adalah ibarat dua sisi dari satu mata uang.
Kalau kita jujur, pada tataran perencanaan nasional dan daerah terdapat banyak permasalahan. Secara konstitusional (Bab XIV UUD 1945 pasal 34) kita menganut sistem welfare state yang mengedepankan paradigma kesejahteraan rakyat. Bagi kita, welfare state memiliki perspektif historis, ideologis dan global universal. Faktanya, perencanaan tingkat nasional dan perencanaan daerah, belum sepenuhnya mengacu pada welfare state tersebut. Perencanaan kita sebahagian justru masih a historis, residual welfare state, memarginalisasi koperasi, bahkan pada tataran kelembagaan pernah terlanjur, menghapus Departemen Sosial.
Saya mencatat beberapa pemikiran, mengapa perencanaan dan implementasi pembangunan Jambi perlu dan mendesak di redesign. Sejatinya desakan redesign tidak hanya karena faktor dinamika internal dan eksternal yang berlangsung begitu cepat, tetapi lebih substansial, siapa yang direncanakan, diposisikan dan ditempatkan sebagai aktor utama, siapa aktor pendukung dan siapa fasilitator pembangunan daerah. Bagi saya perencanaan yang mendahulukan rakyat harus mengasumsikan bahwa rakyatlah aktor utama pembangunan.
Dengan konsep perencanaan daerah berbasis kerakyatan, Pemerintah daerah tidak akan pernah memberi izin pada Perusahaan Perkebunan yang menyusahkan aktor utama pembangunan, apalagi mengambil tanah rakyat. Dengan perencanaan daerah yang berbasis kerakyatan, Pemerintah Daerah akan meninjau ulang bahkan kalau perlu segera mencabut pemberian izin perusahaan perusahaan nakal
Sebaliknya, Pemerintah Daerah pun sudah waktunya memberi penghargaan besar pada perusahaan yang taat pajak, tidak banyak bermasalah dengan rakyat sekitar, bahkan tulus memberi hak hak rakyat seperti Community Development. Perusahaan yang berprestasi cukup banyak di Jambi. Dream saya kedepan, Jambi akan memiliki data dan catatan, perusahaan mana berprestasi baik, sedang dan yang berprestasi paling buruk.
Pada perencanaan yang mengutamakan rakyat dalam pembangunan, kehadiran dan keberadaan investor harus dikaji dan didalami dari kontribusi dan konsistensi hukumnya atas community development, pada pemberian kepastian hukum dengan warga, pada peningkatan kualitas kemitraan, pada pemberdayaan KUD dan koperasi. Kedepan kita harus menyusun perencanaan agar Koperasi benar benar berfungsi sebagai basis ekonomi kerakyatan. Hal ini menurut saya adalah masalah yang sangat mendesak dan mendasar untuk diselesaikan.
Variabel pertama dan paling utama yang menggugat perencanaan kita adalah agar lebih mengutamakan manusia dalam perencanaan pembangunan daerah. Fakta ini memprihatinkan. Fakta ini juga menunjukkan pemerintah daerah, planner dan policy maker larut dalam konsep perencanaan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Saya menyadari resiko perencanaan yang berorientasi pada pertumbuhan dalam daerah agraris. Resiko itu banyak yang kasat mata dan dialami SAD Kubu jajaran Batin IX dan Orang Rimba. Hutan adatnya habis, mata pencaharian hilang, lahan kemitraan yang dijanjikan tidak kunjung diperoleh. Kenyataan seperti ini memprihatinkan dan tidak layak dibiarkan berkelanjutan. Keadaan ini menyangkut Hak Azasi dan penegakan hukum yang berkeadilan.
Pada daerah agraris seperti Prov. J ambi, resiko dari perencanaan berorientasi pertumbuhan ekonomi banyak yang memarginalisasi petani daerah pedesaan. Kalaupun pertumbuhan eknomi yang direncanakan dinyatakan dapat dicapai, faktanya adalah, pertumbuhan ekonomi itu kurang berkualitas, kurang memperkuat fundamental ekonomi, tidak mengurangi konflik sosial, belum memperluas lapangan kerja secara signifikan. Pertumbuhan yang terjadi biasanya hanya dipicu oleh perluasan pemanfaatan tanah oleh perusahaan perkebunan dan kemudian hasilnya tidak terdistribusi kepada rakyat. Ini berarti, meski pertumbuhan Jambi mencapai di atas 7 % dan tertinggi di Sumatera pada tahun 2013, sangat sedikit yang menetes kebawah, dan jurang miskin kaya otomatis makin menganga.