Sedang SE Menpan Nomor 3 Tahun 2012 tentang daftar tenaga honorer K1 dan daftar nama honorer K2. Di SE ini, kata Eko, tidak diatur bahwa K1 yang tidak memenuhi kriteria akan diluncurkan menjadi K2.
Menurut Eko, kucuran dari K1 ini menjadi celah bagi BKD/BKN untuk memasukan nama-nama yang tidak sesuai ketentuan SE Menpan Nomor 5 Tahun 2010.
\"Dan menjadi peluang yang dimanfaatkan sejumlah daerah untuk memanipulasi SK pengangkatan honorer untuk memasukkan nama-nama tertentu,\" ujar Eko.
FHI, lanjut Eko, memberikan waktu kepada Panselnas untuk membersihkan data yang diduga banyak sekali manipulasi, hingga pekan kedua Februari 2014.
\"Kami meminta pemerintah pusat menunda pengumuman hasil ujian K2 sampai selesai evaluasi dan validasi data ulang K2 yang ikut ujian, betul-betul data riil di lapangan, sampai dengan batas akhir bulan Februari 2014,\" ujar Eko.
FHI meminta pemerintah pusat langsung mengangkat honorer K2 yang gagal, menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK).
\"Untuk K2 yang tidak lolos, otomatis menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK),\" ujar Eko.
Alasannya, pendekatan kesejahteraan memang harus dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan masalah honorer.
Menurutnya, selama ini honorer sudah mengabdi tanpa pamrih. \"Tenaga honorer itu mayoritas guru dengan gaji rata-rata Rp50 ribu hingga Rp300 ribu,\" terangnya.
Belum lagi tidak adanya kebijakan pemerintah yang membolehkan guru honorer K2 ikut sertifikasi. \"Lengkaplah sudah penderitaan mereka. Jadi kami mendesak K2 yang gagal langsung dijadikan PPPK,\" kata Eko.
(wsn/sam/jpnn)