JAMBI- Sopir angkutan batu bara hingga saat ini masih meminta solusi kepada pemerintah soal bagaimana mereka bisa beroperasi untuk mengangkut batu bara. Hingga saat ini, belum ada kejelasan soal nasib mereka bagaimana ke depan.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Asosiasi Sopir Angkutan Batu bara (Asaba), Puji Siswanto melalui juru bicaranya, Robert Samosir kepada harian ini. “Sampai sekarang belum ada jawaban pasti. Pemkab Batanghari menjanjikan kepada kita akan membawa ke forum yang lebih tinggi di kantor Gubernur. Jadi sopir minta solusi, bahwa Perda sudah dibuat dan tidak melarang angkutan batu bara untuk melewati jalur darat. Di pasal 6 itu sudah jelas, tak ada disebutkan disana kita tak boleh lewat jalan darat,” ungkapnya.
“Pemerintah hanya menentukan jalan mana yang harus dan boleh dilalui. Kepolisian juga jangan salah kaprah menanggapi Perda, yang punya kewajiban dan kewenangan menjalankan Perda ini adalah Satpol PP, bukan polisi. Polisi itu polisi Negara, polisi rakyat. Kalau terkait dengan lalu lintas iya, namun itu jalan Negara yang kita lewati. Kalau ada pelanggaran lalu lintas kewenangan polisi memang benar, tapi untuk mengamankan Perda itu tugas Satpol PP,” tambahnya.
Dia juga mengeluhkan kondisi yang diharuskan mereka lalui. Yakni, angkutan batu bara diharuskan membawa hasil tambang batu bara ke stockpile di Jebak. “Di Batanghari kita ditarok di Jebak, kalau disana ada tempatnya boleh. Ini tempatnya itu tak akan mencukupi, malahan tempatnya itu tak ada. Baru mau dibangun stockpile di Jebak itu. Dermaga itu kan milik pribadi juga,” keluhnya.
Dia menegaskan, untuk mengamankan Perda ini, apakah ada tim terpadu yang mau dibuat tak menjadi persoalan untuk pengusaha. “Mau timdu dibuat untuk mengamankan Perda ini tak jadi persoalan, namun jalan yang mana yang boleh dilewati. Sekarag ini jalannya mana, kalau sudah aturannya jalan mana yang boleh dilewati kan jelas tinggal mengawasi, tidak usah ramai-ramai,” ujarnya.
“Ini jalannya saja tak ada, jadi mau diawasi apanya. Hanya bilang kamu tidak boleh bawa batu bara, ya bagaimana. Dalam Perbup juga tak ada jalan mana yang boleh dilalui. Lebih parahnya lagi dalam Perbup Batanghari, kita harus bawa batu bara ke Jebak. Semenara disana mau ditarok dimana, dan itu bukan solusi. Itu kan baru mau dikerjakan stokpilenya,” tambahnya.
Dia menyatakan, siap menggugat Perda ini ke PTUN Jambi karena tak mengedepankan asas ke maslahatan umat. “Kita siap gugat Perda ini ke PTUN bahkan ke komisi yudisial. Ini kan Perda, ya harus memayungi semua pihak. Jangan ada diskriminatif, ini kan dibuat untuk melindungi masyarakat terasuk angkutan,” tegasnya.
Saat ini, diakuinya, ada sebanyak 2000 armada di bawah Asaba di Provinsi Jambi. Dia menjelaskan, saat ini pengusaha seperti merasa ditipu. Pasalnya, izin mereka sudah diberikan, baru peraturan soal angkutan batubara diterbitkan Pemerintah daerah. “Ini pengusaha seperti ditipu, sudah dibuat izin tambangnya lalu mau tak mau harus kerja mereka. Lalu dibuat aturan Perda seperti ini, kalau tahu akan ada aturan larangan seperti ini tidak akan mau pengusaha menambang. Izin ini ada usianya dan umur. Kalau ini menguntungkan pengusaha, ini tak akan ada pembangkangan,” tandasnya.
(wsn)