(Aspek Tinjauan Popularitas dan Elektabilitas)
Oleh : Navarin Karim
Mencermati polling yang diselenggarakan Jambi Ekspres berkaitan dengan Caleg DPR RI hingga tanggal 27 Januari 2014, penulis mencoba menganalisis popularitas (dikenal masyarakat) sebagai caleg DPRD Provinsi Jambi dan tingkat keterpilihan (elektabilitas) caleg sampai dengan batas waktu opini ini dibuat . Penulis mencoba membuat katagori analisis dalam lima kelompok yaitu: (1) caleg populer, (2) caleg berpengalaman (incumbent) (3) caleg belum berpengalaman, (4) caleg populer dan berpengalaman serta (5) kurang populer. Kelima katagori ini penulis coba dalami tingkat keterpilihan berdasarkan polling.
Ada 20 nama yang dianggap sudah punya tingkat keterpilihan (elektabilitas). Dari 20 caleg tersebut ada 3 caleg (15%) yang penulis anggap sudah populer karena di promosikan media elektronik, media massa maupun baleho ataupun karena jabatan strategisnya, 7 caleg (35%) yang berpengalaman berasal dari incumbent DPRD Provinsi dan Kota. 11 caleg (55%) yang belum berpengalaman, 4 caleg (20%) yang populer dan berpengalaman, serta 10 caleg (40%) dianggap kurang populer.
Memaknai Hasil Polling.
Pertama. Keanehan yang paling nampak adalah : Terdapat dua caleg yang dianggap populer dan berpengalaman seharusnya akan tinggi tingkat elektabilitasnya, malah berada pada urutan 15, 20. Penyebabnya diduga karena prahara yang dialami partai di tingkat pusat sehingga mereka kena imbasnya dan karena pola kampanye yang membuat blunder. Ada dua caleg yang populer dan berpengalaman bisa menembus urutan 1 dan 7 besar. Artinya caleg yang telah berpengalaman dan populer ini mampu menjaga harmonisasi dengan konstituen lamanya. Kedua. Popularitas yang didongkrak media elektronik dan massa belum menentukan naiknya tingkat elektabilitas, seperti urutan 20. Seharusnya popularitas yang di dukung dengan program pengumpulan massa dan mengiklankan diri secara maksimal, maka hasilnya tingkat elektabilitasnya pun akan naik. Penyebabnya diduga nomor 20 tersebut terlalu menampakkan Nepotisme dengan mempromosikan juga anaknya sebagai caleg, sehingga factor ini bisa saja menjadi blunder sehingga elektabilitasnya menurun. Perlu diingat bahwa yang bersangkutan masuk ranah dapil kota, dimana ciri pemilih dapil kota sangat rational dan kritis. Ketiga. Dari caleg yang berpengalaman, hanya dua orang yang masuk urutan 10 besar, yaitu nomor satu dan delapan. Nampaknya pengalaman saja tidak cukup kuat dapat melenggang mulus ke legislative Telanaipura, tapi kualitas diri dan reputasi, serta iklan sangat menentukan dalam meningkatkan elektabilitas. Lantas bagaimana dengan mereka yang tidak populer dan tidak punya amunisi yang kuat, seolah pasrah menunggu nasib, namun siapa tahu mereka tidak terekspos melalui media tetapi mereka menggunakan cara yang lebih jitu, yaitu dengan berpeluh-peluh mereka melakukan strategi door to door ke rumah pemilih. Tidak populer bisa menjadi populer seketika jika aktivitasnya selalu ditayangkan di televise dan media massa.
Keempat. Sebagian besar caleg (55%) caleg yang masuk dalam nominasi 20 besar hasil polling caleg DPRD Dapil Kota Jambi menunjukkan bahwa caleg tersebut belum punya pengalaman sama sekali, baik di level DPRD Kabupaten/Kota, Propinsi maupun legislative pusat. Jika caleg-caleg ini terpilih, bukan tidak mungkin akan terjadi wajah baru dengan masalah baru yang akan ditimbulkannya.
Kelima. Masyarakat kota kurang gampang terbius dengan media. Ini terbukti oknum caleg yang sangat intens mempromosikan diri melalui iklan di tv swasta Jambi, malah berada pada urutan 20. Keenam. Pengalaman tidak menjamin seseorang akan naik tingkat popularitasnya. Hal ini terjadi karena anggota Dewan tersebut jarang tampil di media, sehingga ada masyarakat yang tidak tahu bahwa yang bersangkutan pernah menjadi anggota legislative. Ketujuh. Caleg yang berpengalaman dan terekspos di media, rekam jejaknya akan mudah diingat oleh pemilih. Rekam jejak positive akan meningkatkan elektabilitasnya. Tercatat ada satu caleg yang sangat senior dan tercatat sudah dua kali menjadi anggota DPRD masih bertarung di level Provisi bahkan berada pada ranking satu, seharusnya beliau bertarung di level DPRRI. Caleg ranking 8 juga masih diperhitungkan untuk bisa masuk sebagai anggota DPRD Provinsi Jambi. Sebenarnya kalau dilihat dari hasil polling ini terjadi penurunan dukungan, mengingat beliau pada periode 2009-2014 mendapat elektabilitas tertinggi. Selanjutnya caleg berpengalaman ranking 15, beliau pernah menjadi anggota DPRD Provinsi periode 2004-2009, kemudian turun pangkat menjadi anggota DPRD Kota Jambi periode 2009-2014. Hasil polling sekarang berada pada urutan ke 15. Rekam jejak positive beliau tidak diragukan, namun hasil polling menunjukkan angka yang kurang menguntungkan. Apakah ini imbas mantan Presiden PKS yang terlibat korupsi? Namun elektabilitas beliau sampai tanggal 9 April 2014 bisa saja makin naik, karena kita mengetahui solidatas diantara kader PKS cukup baik, sehingga bisa saja kader yang berjuang untuk meningkatkan elektabilitas caleg yang berasal dari Partainya. Pengalaman sudah menunjukkan keberhasilan terpilihnya Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Sumatera Utara yang mendapat dukungan PKS. Artinya walaupun ketika itu Presiden PKS sudah terdakwa namun tidak dapat menghalangi dukungan PKS sehingga menjadi Gubernur.
Pembelajaran Bagi Partai.
Partai di masa yang akan datang diharapkan betul-betul jeli dalam mempromosikan kader yang akan menjadi caleg. Pertama. Walaupun caleg berpengalaman tetapi tidak berbuat apa-apa untuk rakyat/konstituennya sebaiknya tidak diajukan lagi sebagai caleg. Kedua. Promosi Caleg hendaknya melalui tahapan yang benar : jangan meloncat-loncat. Lalui mekanisme, apalagi untuk caleg DPRD Propvinsi harus pernah menjadi legislative Kota. Jika sudah dua periode sebagai caleg Provinsi harus dipromosikan untuk caleg DPR-RI Dengan demikian masyarakat akan paham rekam jejaknya ketika di legislative. Ketiga. Partai harus punya financial yang mumpuni dalam mempromosikan caleg yang berkualitas, tapi memiliki financial terbatas. Fakta membuktikan caleg yang kurang promosinya, tingkat elektabilitasnya jadi rendah meskipun berkualitas dan berpengalaman. Untuk kasus berkualitas dan tidak punya amunisi ini sebaiknya dibiayai dahulu untuk kampanye dan sosialisasinya, jika ia terpilih maka ia diwajibkan mengembalikan biaya tersebut dengan cara cicilan kepada partai. Praktek seperti ini telah dipraktekkan di Negara Jerman. Keempat. Devisi MSDM di partai harus membuat criteria obyektif dalam mempromosikan caleg, dengan adanya criteria obyektive ini diharapkan akan lebih memudahkan dalam menerapkan prinsip transparansi dalam mempromosikan caleg, dust mengurangi kesalah bagi pemilih dalam memilih.
-----------------------------
Penulis adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah dan Ketua Pelanta (NIA. 201307002)