SETIAP menjelang penerimaan siswa baru, Mendikbud Mohammad Nuh memperingatkan supaya tidak ada tes calistung (baca, tulis, hitung) untuk masuk SD. Tetapi setiap tahun tahun juga, larangan tersebut dilanggar oleh sebagian sekolah. Nuh menyiapkan Permendikbud khusus tentang penerimaan siswa baru.
Menteri asal Surabaya itu mengatakan, kemampuan calistung itu baru diajarkan di SD. Jadi menurutnya, tidak masuk akal jika anak yang akan masuk SD itu dites calitung. \"Ibaratnya mau ikut kursus setir mobil. Syaratnya mengikutinya harus bisa setir mobil dulu,\" paparnya di kantornya kemarin.
Menurutnya menerapkan tes calistung kapada calon siswa SD itu sama dengan memberikan beban kepada anak didik belum pada saatnya. Dia menegaskan bahwa penerapan tes masuk calistung untuk siswa SD, berarti mengharuskan ada pembelajaran calistung di tingkat TK.
\"Padahal saya tegaskan TK itu bukan sekolah, tapi taman tempat bermain. Lihat saja namanya, tidak ada S-nya,\" paparnya. Dia menegaskan Kemendibud melarang di TK ada pengaturan yang tegas untuk pembelajaran calistung. Misalnya untuk materi bahasa Indonesia harus berapa jam dalam sepekan, dan mata pelajaran lainnya. Nuh mengatakan di TK tidak ada matapelajaran apapun.
Untuk masuk SD, Nuh mengatakan sekolah bisa menerapkan seleksi berdasarkan usia siswa yang mendaftar. Siswa dengan umur yang paling tinggi, diprioritaskan masuk. Jika yang mendaftar masih membludak, saringan bisa dirapatkan lagi dengan kriteria domisili rumah di sekitar sekolahan.
Dengan permendikbud yang sedang dibahas saat ini, diharpakan akan keluar aturan tegas tentang sistem seleksi masuk SD. Aturan yang melarang calistung selama ini tampak longgar. Sebab Kemendikbud kesulitan menindak sekolah-sekolah yang melanggarnya. Alasannya SD dan sederajat merupakan lembaga milik pemda. \"Dinas di masing-masing daerah harus melakukan pengawasan ketat,\" jelasnya.
Begitupula saat masa penerimaan di SMP. Nuh mengatakan akan dikembalikan lagi ke model lama. Yakni murni didasarkan pada nilai ujian sekolah (US) di jenjang SD. Jadi selama masa penerimaan, dilakukan pemeringkatan siswa berdasarkan nilai ujian akhir. Kemudian penetapan kelulusannya, berdasarkan daya tampung di masing-masing sekolah.
\"Cara seperti ini lebih transparan,\" papar Nuh. Jika ada siswa yang nilai ujiannya sama, sekolah diperbolehkan menerapkan penilaian berdasarkan nilai akademik di rapor selama di SD. Model penerimaan siswa seperti ini, juga bakal dilaksanakan di tingkat SMA. Intinya Nuh menegaskan dalam seleksi penerimaan siswa baru, capaian atau prestasi siswa selama di jenjang sebelumnya tidak boleh diabaikan.
Nuh menuturkan dalam skema tes untuk saringan masuk, sering mengabaikan hasil belajar di jenjang sebelumnya. Menurutnya seleksi masuk di semua jenjang pendidikan harus didasari dengan rasa kepercayaan.
(wan)