Stop Mineral, Ekspor Andalkan Manufaktur

Rabu 05-03-2014,00:00 WIB

JAKARTA-Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat dampak larangan ekspor mineral mentah terhadap defisit neraca perdagangan hanya separo dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal itu terjadi karena struktur ekspor Indonesia cukup sehat ditunjang membaiknya perekonomian dunia.

       \"Hal itu ditunjukkan dengan pertumbuhan ekspor yang didominasi produk manufaktur pada Januari 2014. Khususnya ekspor bernilai tambah tinggi seperti mesin-mesin, perangkat mekanik, dan bahan-bahan kimia. Artinya, struktur perdagangan kita semakin sehat dan kualitas produksi nasional semakin diakui dunia,\" ujar Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di kantornya kemarin (4/3).

       Menurut Lutfi, ekonomi dunia sudah memasuki tren pemulihan. Itu terbukti dengan meningkatnya ekspor ke negara-negara tradisional seperti Tiongkok yang menguat 22,6 persen dan Amerika Serikat naik 1,5 persen pada Januari 2014 dibanding Januari 2013 (YoY). \"Ini artinya ketika perekonomian dunia pulih, kita bukan ditinggalkan melainkan justru ikut merasakan percepatan,\" tegasnya.

       Di samping itu, ekspor ke negara tujuan baru atau nontradisional khususnya Uni Emirat Arab, Afrika Selatan, Peru, dan Nigeria pada Januari 2014 juga terus menguat dan masing-masing tumbuh sangat signifikan. Untuk itu, dia meminta agar ekspor ke negara-negara berkembang tersebut perlu digarap lebih serius. \"Ini penting sebagai buffer kalau terjadi krisis dunia lagi atau pemulihan ekonomi negara maju tersendat,\" terangnya.

       Beberapa ekspor barang manufaktur yang terlihat melonjak antara lain mesin-mesin/pesawat mekanik naik 33,7 persen, perhiasan 54,5 persen, produk-produk kimia 26,5 persen, dan kertas atau karton 11 persen. Menurut Mendag, struktur impor juga sangat menggembirakan. \"Yang paling penting dari neraca impor Januari adalah turunnya impor barang konsumsi dan impor migas secara signifikan. Tapi impor barang modal meningkat,\" katanya.

       Mendag menyampaikan bahwa untuk mengatasi turunnya ekspor mineral mentah, pihaknya akan focus meningkatkan ekspor komoditas non-migas seperti CPO (crude palm oil) dan kayu olahan. \"Defisit perdagangan memang sudah kami perkirakan karena Januari 2014 adalah bulan pertama Indonesia tidak lagi mengekspor mineral mentah. Awalnya perkiraan kami defisit mencapai USD 700 juta-USD 800 juta, namun ternyata hanya 50 persennya,\" kata Lutfi.

       Mantan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini mengaku akan segera menemui pengusaha sawit untuk membahas cara-cara mendongkrak ekspor CPO. Sebab, permintaan CPO di dunia masih sangat tinggi. \"Kita akan total membantu mereka. Bagaimana supaya tidak ada lagi black campaign (kampanye negatif soal sawit merusak lingkungan). Tentunya melalui diplomasi,\" sebutnya.

       Selain CPO, Mendag akan menggenjot ekspor kayu olahan yang sangat prospektif untuk ditingkatkan volumenya ke Eropa. Apalagi saat ini sudah dilaksanakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang diakui dunia. Dengan begitu, eksporter kayu olahan diharapkan tidak lagi menghadapi hambatan dalam menjual produknya ke luar negeri. \"Untuk kayu, sudah ada sistem baru SVLK sehingga bisa masuk Eropa,\" jelasnya.

(wir/oki)

Tags :
Kategori :

Terkait