JAKARTA - Pemerintah terus mematangkan rencana ekstensifikasi atau perluasan objek kena cukai. Dari beberapa komoditas yang dikaji, rencana pengenaan cukai pada minuman soda kini makin matang.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto mengatakan, BKF selaku institusi yang menggodog seluruh peraturan fiskal sudah menyelesaikan formula perhitungan cukai pada minuman soda. \"Sudah diajukan ke menteri (keuangan). Setelah itu ke presiden,\" ujarnya kemarin (5/3).
Sebagaimana diketahui, rencana ekstensifikasi objek kena cukai sudah disampaikan Kementerian Keuangan sejak 2012 lalu. Selain minuman soda, objek lain yang sempat disebut bakal dikenai cukai diantaranya adalah ponsel impor, pulsa telepon, emisi kendaraan bermotor, limbah pabrik, dan beberapa objek lainnya.
Namun, pembahasan ekstensifikasi cukai tersebut sempat terhenti karena pemerintah fokus pada intensifikasi cukai pada tiga objek yang saat ini sudah dikenaik cukai, yakni hasil tembakau (rokok), etil alkohol, serta minuman mengandung etil alkohol.
Menurut Andin, sari sekian banyak objek yang masuk dalam rencana, kajian tentang minuman soda adalah yang paling maju. \"Untuk soda, (kajiannya) sudah mengerucut,\" katanya.
Ekstensifikasi atau perluasan barang kena cukai didasarkan pada Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang mengatur bahwa sebuah komoditas bisa dikenai cukai jika memiliki sejumlah sifat atau karakteristik. Antara lain, konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, dan pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Karakteristik lain adalah pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Selasa lalu (4/3), Kementerian Keuangan juga sudah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait kajian atas dampak konsumsi minuman soda pada kesehatan masyarakat. Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga menyebut bahwa konsumsi minuman soda yang terlalu banyak bisa mengganggu kesehatan masyarakat, karena itu harus dikurangi. Dengan pengenaan cukai, maka harga minuman soda akan lebih mahal, sehingga diharapkan bisa menurunkan konsumsi masyarakat.
Selain itu, dalam rencana Kementerian Keuangan yang sudah disampaikan kepada Komisi XI DPR tahun lalu, dengan asumsi konsumsi minuman soda di Indonesia mencapai 790,4 juta liter per tahun, maka pengenaan cukai pada minuman soda sebesar Rp 1.000 - 5.000 per liter berpotensi menaikkan penerimaan negara sebesar Rp 790 miliar hingga Rp 3,95 triliun.
Namun, sejak awal digulirkan, rencana pengenaan cukai pada minuman soda ini sudah ditentang pelaku usaha. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Suroso Natakusuma, pengenaan cukai akan memaksa pengusaha menaikkan harga minuman soda hingga 25 persen.\"Tentu saja, ini bisa mengancam kelangsungan industri,\" ujarnya.
(owi/sof)