Selain itu, aksi pembelokiran jalan yang dimulai sejak pukul 09.00 WIB Pagi kemarin (11/3) tersebut baru dihentikan warga sekitar pukul 11.45 WIB.
Sementara itu, Dishub Provinsi Jambi, melalui Kepala Bidang Angkutan Darat, Amsyarnedi menyayangkan terjadinya hal tersebut. Dia mengatakan, dibalik persoalan ini adalah pihak Asaba. “Itu ulah Asaba dibawah Puji Siswanto itu. Kalau memang force major, artinya kalau sungai dangkal, harusnya mereka mengajukan surat kepada Pemda,” katanya.
Surat itu, disampaikannya, harus diajukan kepada Gubernur atau Bupati yang mengeluarkan aturan. “Bagaimana jawabannya dari kepala daerah kan belum ada, dia sudah main lewat saja. Apapun alasannya kan harus mematuhi Perda harusnya,” ujarnya.
Dia menegaskan, ruas jalan itu memang tak boleh dilalui angkutan batu bara. “Kecuali mereka yang dari Petaling, Tempino ya boleh lah. Kalau dari Sarolangun misalnya kan harus ke Jebak, harus ke Tenam. Bungo dan Tebo harus ke Tungkal Ulu, ke Pulau Kijang,” tegasnya.
Menurutnya, Dishub mendukung sekali apa yang dilakukan oleh warga. Sebab, aturan yang diikuti sudah jelas dan maklumat sudah dikeluarkan oleh Pemprov Jambi. “Kan tak boleh lewat jalan umum, jadi lewat jalan yang sudah ditentukan,” ungkapnya.
Soal apa tindakan tegas dari pihaknya, dia menyebutkan, akan diberikan sesuai maklumat yang sudah ada. “Bila perlu diberikan hukuman pidana dan administrasi. Kita juga akan melakukan pendekatan dengan Asaba supaya tidak seenaknya begini,” pungkasnya.
Selain itu, tim terpadu (Timdu) yang menjalankan penegakan Perda nomor 13 tahun 2012 soal angkutan batu bara dituding main mata. Hal ini menyebabkan, tak maksimalnya penegakan Perda ini.
Terbukti, masih banyak saat ini dijumpai angkutan batu bara yang melintas di jalan yang seharusnya tak boleh dilalui. Bahkan sampai terjadi aksi pemblokiran jalan.
Syahbandar, Sekretaris Komisi III DPRD Provinsi Jambi mengatakan, saat ini, masyarakat sepertinya tak lagi percaya dengan tugas yang dijalankan timdu. “Masyarakat sudah memblokir sendiri truk batu bara, artinya kan masyarakat sudah tak percaya lagi, mau percaya kemana lagi. Ini artinya kan arahnya ke timdu, karena mereka yang melaksanakan,” jelasnya.
Di timdu ini, padahal ada berbagai macam instansi yang terlibat. Mulai dari Dinas Perhubungan, TNI dan juga Polri. “Itu kan macam-macam, ada unsur perhubungan, TNI dan Polri juga. Sekarang ini kondisi kemarau, itu dimanfaatkan perusahaan untuk melanggar, air dangkal dimanfaatkan oleh mereka. Itu kan tak serta merta menjadi alasan,”katanya.
“Memang itu situasi memang seperti ini kita memahami, hanya saja tak lantas itu menjadi alasan untuk melanggar sekendak perutnya. Aparat juga terkesan membiarkan dan tutup mata. Itu sangat disayangkan, kan tak mungkin Gubernur yang turun memberhentikan truk ini. Aturan kan sudah dibuat, ada jalur bukum yang harus dilalui,” tambahnya.
Saat ini, ditegaskannya, tak ada jalan lain kecuali mengangkut hasil tambangnya dengan melaluli sungai. “Perusahaan kan juga sudah sepakat sebelumnya untuk membuat jalan khusus, dulu ditandatangani perjanjian, ternyata diingkari. Kita harus mengikuti regulasi yang ada,” keluhnya.
Dia berharap, Timdu dapat menjalankan pengawasan di lapangan secara bertanggungung jawab. “Jangan main mata. Kita lihat, yang terjadi di lapangan, jam 10 atau jam 11 malam ada oknum tertentu yang memakai baju dinas memberhentikan truk, lalu setelah itu dilepas. Jadi timdu ini kita duga main mata. Kalau timdu sudah main, ya kan tak benar lagi,” tegasnya.
Ditegaskannya juga, penegakan Perda soal angkutan Batu bara ini di lapangan juga tak maksimal. “Kalau pembiaran ini ya Perda ini tak sunggung-sungguh dijalankan, tak maksimal menjalankannya. Kalau timdu ada kesulitan, katakan dimana kesulitannya, dimana kendalanya agar masyarakat tahu,” pungkasnya.
(jun/wsn)