Oleh : Samsudin
DARI analisa saya dilapangan, informasi temen dan melihat pemilu sebelumnya yg sudah berlangsung caleg dan masyarakat berlomba-lomba adu strategi ketika akan dilaksanakan pemilu begitu juga tahun ini akan terjadi hal yang sama, dalam hal ini caleg dan masyarakat ada yang rugi dan ada yang untungkan dalam artian siapa menipu dan siapa ditipu, kenapa demikian karena betapa banyak caleg yang habis uangnya pada saat berkampanye dengan membagikan-bagikan, uang kepada masyarakat tetapi tidak lolos dalam pemilihan, begitu pula sebaliknya banyak caleg yang membagikan uang kepada masyarakat tetapi lolos dalam pemilihan. bertolak dari pemilu sebelumnya banyak masyarakat mendapatkan uang dari caleg pada saat berkampanye tetapi kenyataannya tidak mencoblos caleg yang telah memberikannya uang, pada hakekatnya ini sebuah kebohongan yang dibuat untuk keuntungan pribadi tetapi merugikan orang lain.
Sebagai pemilih masyarakat tentunya ingin mencari strategis untuk mendapatkan keuntungan pula dari proses pesta demokrasi yang hanya berlangsung 1 kali dalam 5 tahun, baik itu berupa uang, jabatan, baju dan lain sebagainya. Karena itu sebagian masyarakat berpendapat kenapa pesta demokrasi tidak di laksanakan setiap tahun saja. Betapa tidak menggiurkan masyarakat ketika caleg berkampanye, contoh kecilnya saja baju yang berlambangkan partai dan foto caleg bertebaran dimana-mana, yang begitu mudahnya masyarakat mendapatkannya baju tersebut tampa harus berebutan.
Masyarakat kini cenderung apatis atau acuh tak acuh dengan Pemilu, bahkan belakangan ini muncul pemikiran dari masyarakat cenderung tidak mau lagi berpastisipasi dalam pemilu jika tidak mendapatkan apa-apa dari caleg, padahal seharusnya masyarakat justru harus berpastisipasi dengan baik sebagai bagian dari demokrasi bangsa ini.
Praktik meminta dan menerima saat berkampanye merupakan salah satu bentuk penipuan antara caleg dan masyarakat, kenapa demikian karena ketika caleg yang bersangkutan menang dalam pemilu dan duduk di parlemen maka yang dipikirkan pertama adalah bagaimana uang yang telah dihabiskan selama berkampanye bisa di kembalikan lagi sebelum berakhir masa jabatannya. Bukan yang dipikirkan bagaimana mensejahterahkan rakyat yang telah mendukungnya. Kalau masyarakat memilih memberikan dukungan didasari dengan uang atau amplop dan lain sebagainya hal tersebut akan memberikan kesempatan kepada caleg untuk korupsi.
Pada pesta demokrasi yang sebentar lagi akan di laksanakan 9 april 2014. Mestinya kita berharap pemilu yang bersih pada tahun ini, sama-sama kita laksanakan dan jadikan momentum untuk meminimalisir praktek pelanggaran kampanye dalam system demokrasi kita, sehingga kedepannya ada perubahan perilaku tindakan politik antara caleg dan masyarakat dalam praktek demokrasi dalam pemilu. (Penulis adalah dosen luar biasa Ilmu Pemerintahan, IAIN STS JAMBI dan STISIP NURDIN HAMZAH. Sekaligus Ketua Ikatan Alumni Ilmu Pemerintahan
(IKA-IP) IAIN STS JAMBI)