JAKARTA - Partai Hanura telah menunjukkan sinyal bakal berkoalisi dengan PDI Perjuangan Nasdem. Namun, rencana tersebut diprediksi akan susah terwujud.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, Hanura sebetulnya secara historis lebih tepat berkoalisi dengan Gerindra dan Golkar. Sebab, Ketua Umum Hanura Wiranto dulunya merupakan kader Golkar.
“Dilihat dari sejarah, Hanura lebih cocok ke Gerindra dan Golkar,” ujar dia saat dihubungi, Jakarta, Rabu (7/5).
Selain itu, lanjut Hendri, konflik kepentingan akan muncul bila Hanura gabung koalisi dengan PDI Perjuangan dan Nasdem. Karena salah satu tokoh Hanura yang juga menjabat Ketua Bappilu, Hary Tanoe dulunya punya pengalaman pahit di Nasdem yang diketuai oleh Surya Paloh. “Tidak ada jaminan koalisi akan harmonis bila Hanura gabung ke PDIP,” jelas dia.
Hendri menambahkan, PDIP memang akan memiliki poin tambahan bila Hanura merapat dan berkoalisi. Akan tetapi, Nasdem sangat mungkin menarik dukungan dari PDIP karena bersinggungan dengan Hary Tanoe.
“Kalau Nasdem menarik diri dari PDIP bisa repot juga, jadi tidak strong. Selama ini kan PDIP dan Nasdem 18 persen tambah 7 persen jadi 25 persen, sehingga sudah bisa mencalonkan capres,” tandasnya.
Sementara itu, Sekjen PDIP, Tjahjo Kumolo, mengaku dirinya sudah diberi tugas oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri untuk berkomunikasi dengan petinggi-petinggi Hanura. Termasuk juga bakal capres Hanura, Jenderal (Purn) Wiranto.
“Pak Jokowi (bakal capres PDIP) juga sudah mengunjungi Pak Wiranto, berkomunikasi,” kata Tjahjo.
Tjahjo menambahkan, saat ini partainya masih menunggu hasil keputusan rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Hanura yang sedang digelar di Hotel Sultan, Jakarta. Hasil Rapimnas juga menentukan bentuk koalisi yang dibangun kedua partai. “Sehari atau dua hari ini saya akan ketemu dengan pengurus Hanura,” tegasnya.
(jpnn)