JAMBI-Harga karet di pasar internasional saat ini tengah mengalami penurunan drastis. Penyebabnya, terjadi pada struktur produksi karet dunia.
Saat ini, Vietnam menjadi produsen ketiga terbesar di dunia berhasil menggeser posisi Malaysia yang sebelumnya berada di posisi kedua di atas Indonesia.
\"Jadi, Thailand paling besar, Indonesia sedikit di bawahnya, Vietnam nomor tiga. Padahal, Vietnam tidak termasuk dalam International Tripartit Rubber Cooperation (ITRC),” ujar Bayu Krisna Mukti, Wakil Menteri Perdagangan Republik Indonesia yang hadir dalam acara Sambung Rasa Perkaretan Nasional Indonesia, di Jambi Kamis malam (8/5).
Sementara itu, Ketua Umum Gapkindo Daud Husni Bastari mengusulkan, agar ITRC diperluas lagi anggotanya sehingga pesertanya tak hanya Indonesia, Malaysia, dan Thailand, namun juga dimasukkan dengan negara penghasil karet lain seperti Vietnam, Laos, dan Kamboja.
“Selama ini harga karet didominasi oleh-negara-negara yang tidak termasuk dalam ITRC. Sehingga akan lebih baik kalau mereka juga masuk menjadi anggota,” ujarnya.
Harga karet per kilogram di pasar Singapura saat ini adalah 1,6 dolar Amerika. Harga ini sangat anjlok. Idealnya dikatakan Daud, harga karet itu diatas 3 dolar hingga 5 dolar Amerika.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Karet Indonesia, Lukman Zakaria mengatakan, kenapa petani karet Indonesia masih tidak menerapkan pola pengolaan karet yang benar dan bersih. “Selama ini harga karet di petani ditentukan oleh tengkulak. Sedangkan harga karet yang benar-benar bersih dan karet kotor tidak begitu jauh berbeda, akhirnya banyak petani yang masih mempertahankan pola lama yakni dengan merendam atau menambahkan sesuatu kedalam karet agar bertambah berat. Lagi pula banyak perusahaan pengolah karet yang masih menerima karet kotor,” ujarnya.
Diterimanya karet kotor oleh perusahaan rubber, menurut Hatta Arifin Sekretaris Gapkindo Jambi karena terbatasnya bahan baku. Karet kotor itu hanya akan mengakibatkan rangkaian produksi menjadi panjang, karena harus melalui beberapa proses pembersihan karet dari kotoran, dan perusahaan pun harus menambah nilai investasi berupa mesin pemisah kotoran yang menempel di karet.
“Untuk itu kita masih terus mendorongkan pemerintah untuk segera memberlakukan peraturan mengenai pelarangan menjual karet kotor sehingga kualitas karet kita membaik,” tandasnya.
(run)