JAKARTA - Pemerintah masih tarik ulur mengenai penunjukan BUMN (badan usaha milik negara) PT Hutama Karya sebagai pelaksana proyek Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS). Jika proyek tol sepanjang 2.700 kilometer itu kembali molor, negara bakal rugi hingga Rp 3 triliun per tahun.
\" \" \"Kalau pemerintah bertahan tidak segera menjalankan proyek-proyek MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), seperti JTTS, maka potensi kerugian negara Rp 3 triliun per tahun. Ini bahaya untuk keuangan dan daya saing negara,\" ujar pengamat pembangunan nasional Syahrial Loetan kemarin (12/5).
Angka itu diolah dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengasumsikan terjadinya kenaikan total 10\"12 persen atas biaya konstruksi dan pembebasan lahan. \"Potensi kerugian negara muncul dari membengkaknya harga tanah dan biaya konstruksi jika implementasi proyek itu terus tertunda-tunda,\" ungkapnya.
Jalan Tol Trans-Sumatera merupakan proyek strategis. Meski tidak layak finansial, JTTS secara ekonomi sangat diperlukan. \"Peningkatan nominal produk domestik bruto (PDB) dengan efek multiplier\"2\"3 tahun, peningkatan PDB diestimasi mencapai Rp 600\"900 triliun. Bahkan, efek jangka panjangnya diperkirakan lebih tinggi lagi,\" terang Syahrial.
Proyek tersebut bisa menciptakan lapangan kerja baru bagi 70 ribu\"120 ribu tenaga kerja. Negara juga akan diuntungkan dengan adanya peningkatan pendapatan pajak di sepanjang koridor jalan tol. \"Waktu tempuh juga menjadi lebih cepat melalui 23 ruas tol trans-Sumatera dibandingkan melewati jalan arteri. Lewat tol lebih efektif,\" ungkapnya.
Menurut Syahrial, penugasan Hutama Karya (HK) sebagai anak usaha BUMN menjadi satu-satunya langkah untuk meminimalkan potensi kerugian negara. \"Dengan tidak menugaskan BUMN, maka proyek JTTS akan terus tertunda dan rentan terhadap kenaikan biaya konstruksi dan harga tanah yang harus dibebaskan,\" katanya.
Dari semua BUMN yang 100 persen dimiliki pemerintah dan memenuhi syarat-syarat untuk penugasan, Hutama Karya dinilai mempunyai kapasitas teknis dan finansial terkuat. \"Jika setiap proyek infrastruktur ditunda, maka perekonomian tidak akan berkembang pesat,\" jelasnya. (wir/c1/ca)