\"Di rapimnas Golkar kami menunggu, supaya tidak melangkahi aturan. Kami klir supaya tidak ada perseteruan internal, supaya bulat mendukung PDIP,\" ujarnya.
Puan menambahkan, PDIP tidak pernah mengistilahkan kerjasama antar partai sebagai bentuk koalisi. PDIP lebih cenderung menggunakan istilah menjalin kerjasama melalui silaturahmi politik. Dalam konteks itu, hal yang lebih besar adalah menjaga silaturahmi antar partai, tanpa memunculkan masalah politik.
\"Insya Allah (antara PDIP dan Golkar) ada titik temu. Ada jalan terbuka bagi PDIP dan Golkar untuk bangsa yang lebih hebat dan lebih baik,\" jelasnya.
PDIP, lanjut Puan, sampai saat ini juga belum menetapkan cawapres pendamping calon presiden Joko Widodo. Sejumlah nama yang muncul, seperti Jusuf Kalla, Abraham Samad sampai saat ini belum diputuskan siapa yang akan terpilih mendampingi Jokowi.
\"Nama-nama yang ada jadi pertimbangan Ibu Ketum, termasuk akan dibicarakan dengan partai pendukung yakni Partai Nasdem dan PKB,\" ujarnya.
Jika Partai Golkar belum mengambil keputusan koalisi, Puan menyebut adanya potensi penambahan partai pendukung PDIP dari Partai Hati Nurani Rakyat. Sinyal merapatnya Partai Hanura akan segera definitif melalui pertemuan antara Megawati dengan Ketum Partai Hanura Wiranto.
\"Kalau tidak ada perubahan dalam waktu dekat akan ada pertemuan Bu ketum (Megawati) dengan Wiranto. Insya Allah kalau itu terjadi, akan tambah satu parpol yang dukung capres Joko Widodo,\" tandasnya.
Meski telah ada pertemuan antara Aburizal Bakrie dengan Megawati Soekarnoputri, tidak dapat dijadikan dasar Partai Golkar telah berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menegaskan, Aburizal Bakrie bukan pengambil keputusan akhir tentang koalisi. Kewenangan ada di forum Rapimnas yang baru akan digelar pada 18 Mei mendatang.
\"Seharusnya Rapimnas di percepat karena laporan ke KPU terakhir tanggal 18 Mei, terahir jam 00.00. Mau ke Jokowi atau Prabowo itu hak Rapimnas, bukan hak ketua umum,\" jelas dia.
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung menegaskan, peluang untuk menjadikan ketua umum Golkar sebagai calon presiden sudah habis karena ditolak PDIP dan Gerindra. Karena itu, rapimnas Golkar nantinya akan membahas calon wakil presiden. \"Tidak ada partai satupun yang mendekat ke Golkar, (opsi mencapreskan Ical) ini terlihat sudah ketutup. Saat ini ada peluang dengan Demokrat, tapi saya tidak tahu perkembangannya,\" jelas dia.
Golkar saat ini tengah menggodok enam kader potensial untuk diusung sebagai cawapres, yakni Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, Luhut Panjaitan, Ginandjar Kartasasmita, Priyo Budi Santoso, dan Agung Laksono.
Ketua DPP Partai Golkar Rizal Mallarangeng menambahkan, PDIP dan Partai Golkar merupakan dua partai yang eksis di jajaran partai besar. Jika kekuatan dua partai digabungkan, kekuatan di legislatif bersama koalisi partai Nasdem dan PKB juga akan mudah dalam proses pengambilan keputusan. \"Akan ada sekitar 252 kursi, ada majority government,\" ujar Celi, sapaan akrabnya.
Sementara itu, pesan Mega kepada Jokowi untuk tak melupakan perannya sebagai kader PDIP, pada kesempatan deklarasi koalisi PDIP, Partai Nasdem, dan PKB sehari sebelumnya (14/5), mengundang reaksi sejumlah pihak.
Anggota DPR dari Fraksi PAN Taslim Chaniago diantara yang menilai, pernyataan tersebut justru kontraproduktif. Hal tersebut semakin menegaskan anggapan banyak orang selama ini, bahwa Jokowi jika terpilih sebagai presiden akan menjadi boneka Megawati.
\"Itu artinya, apapun kebijakan Jokowi harus sesuai perintah Megawati. Jokowi tidak punya kewenangan saat memimpin negeri,\" kata Taslim.
Dia juga menilai pernyataan Mega tersebut menunjukkan dirinya belum sepenuhnya legowo ketika menunjuk Jokowi sebagai calon presiden PDIP. \"Megawati masih menganggap dirinya jadi presiden, cuma badan saja yang tidak jadi presiden.