Sejauh ini aksi yang paling banyak dilakukan berhubungan dengan masalah trotoar yang berubah fungsi. Misalnya, trotoar di kawasan Grogol, Jakarta Barat, yang dihancurkan untuk pelebaran jalan. Akibatnya, para pejalan kaki yang melintas harus berimpitan dengan kendaraan di jalan. Karena itu, Koalisi Pejalan Kaki mereaksi dengan menggelar aksi di trotoar tersebut sambil membeber poster bertulisan, \"Di Mana Trotoar Kita?\".
Ada juga aksi menghalau motor yang melintas di trotoar sekitar Kasablanka. Dalam aksi itu, para anggota komunitas mengedukasi pengendara agar kembali ke jalan yang benar.
\"Memang kami kerap menghadapi masalah. Kami sering dicaci maki, bahkan diajak berkelahi pamakai jalan yang mokong,\" terang bapak satu anak itu.
Untung, masih banyak pengendara yang mau memahami aksi yang diperjuangkan Koalisi Pejalan Kaki. Mereka bahkan bersedia membantu aksi komunitas tersebut.
\"Dari kejadian itu kami melihat sebenarnya ada kesadaran masyarakat. Hanya penegakan aturan yang tidak jalan ini yang membuat kesadaran masyarakat jadi luntur,\" ungkapnya.
Berbagai cara memang digunakan anggota komunitas tersebut untuk menghalau kendaraan yang melintas di trotoar. Mulai mengingatkan, menurunkan motor pengendara, hingga melakukan aksi tiduran di trotoar karena masih ada pengendara yang nekat melaju di trotoar.
Bukan hanya itu. Alfred pernah hampir menjadi korban juru parkir yang tidak terima diingatkan karena menggunakan trotoar sebagai lahan parkir. Kejadian itu berlangsung di sekitar gedung Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) di Rasuna Said.
\"Saat aksi, ada preman yang tidak terima dan mengancam saya dengan pisau. Untung, saya diselamatkan satpam Kum HAM,\" katanya.
Menurut Alfred, di sejumlah kota aksi anggota Koalisi Pejalan Kaki telah menghasilkan tindakan positif. Misalnya, di Bogor aksi komunitas yang terkait dengan hilangnya fasilitas pejalan kaki di sekitar stasiun akhirnya didengarkan pemda. Trotoar untuk pejalan kaki yang hendak ke stasiun pun kembali difungsikan.
\"Begitu juga teman-teman di Jogjakarta. Mereka berhasil mendorong pemda membuat perda terkait kawasan pejalan kaki di Malioboro hingga Titik Nol,\" tuturnya.
Sayang, di Jakarta belum banyak masukan dari komunitas itu yang diakomodasi Pemprov DKI. Malah, trotoar di kompleks kantor gubernur kini berubah menjadi lahan parkir.
\"Kondisi itu terjadi sejak Pak Jokowi belum jadi gubernur sampai sekarang maju capres,\" tuturnya.
(*/c10/ari)