Hujan dan Salju, Pakai Vest-Jaket Empat Lapis

Sabtu 31-05-2014,00:00 WIB

 Kami diingatkan untuk terus makan. Suhu begitu dingin. Terasa semakin dingin karena angin berembus begitu kencang. Hujan juga mulai turun.

 Rapha juga menyediakan jaket-jaket ekstra untuk peserta. Karena terus dingin, dan kami akan turun gunung, kami seperti berlomba menumpuk pakaian.

 Sepatu ditutup shoe cover (pelapis penahan angin). Memakai leg warmer (tambahan penutup paha ke bawah). Mengenakan jaket dingin di atas jersey. Ditambah vest. Ditambah jaket angin atau jaket hujan. Pokoknya serba ditambah.

 Memakai kain penutup leher (snood) dan kepala. Memakai topi. Pokoknya semua bagian badan sebisa mungkin ditutup, lalu dilapis-lapis.

 Kalau ada sarung tangan tutup penuh, dipakai. Kalau tidak, pinjam milik para guide Rapha (mereka tahan dingin hehehe.

 Peserta minimal memakai empat lapis pakaian. Junaidi Widyanto Irwan, yang akrab disapa Cu Wei, misalnya, menjadi pemegang rekor baju yang dikenakan. Yakni, mengenakan jersey plus dua vest dan dua jaket!

 Tahu hujan bakal turun terus, beberapa peserta memilih tidak ikut rute turun Passo Valles. Mereka baru akan naik sepeda lagi di bawah. Kalau dipikir, ini sebenarnya pilihan yang bijak!

 Ketika turun, bukan hanya hujan air yang turun. Juga hujan butiran es alias hail! Kalau kena wajah, rasanya sakit.

 Walau baju sudah berlapis-lapis, rasanya tetap dingin. Menariknya, yang paling kedinginan adalah kawasan antara lutut sampai perut (ya, termasuk selangkangan). Kenapa, karena hanya bagian itu yang tidak berlapis. Kami hanya memakai bib short.

 Kami turun hingga bagian di mana jalan ditutup polisi dan ada banyak orang berkumpul. Ya, itu bagian awal dari Passo San Pellegrino yang akan dilalui peloton Giro d’Italia pada Etape 18 lomba, sekaligus yang seharusnya kami tanjaki.

 Kami pun ikut berdiri di sana, menunggu beberapa menit untuk melihat peloton lewat. Ini bakal jadi pengalaman seru melihat para pembalap sepeda kelas dunia naik tanjakan, di saat gerimis.

 Gile, mereka tidak memakai lapisan apa-apa. Mereka menanjak begitu cepat. Saat menanjak di depan kami, mereka satu per satu lepas tangan, mengenakan jaket atau vest untuk membantu menahan dingin dan air.

 Benar-benar akrobatik. Benar-benar kelas dunia kemampuan handling mereka!

 Setelah peloton lewat, kami menuruni bagian bawah Passo San Pellegrino. Menuju kota terdekat untuk makan siang (agak sore). Sekali lagi makan sup, pizza, dan pasta yang enak. Bersiap menaklukkan tanjakan ketiga yang seharusnya terberat hari itu: Passo Giau.

 

 ***

Tags :
Kategori :

Terkait