Selama sebulan Vidyah mempersiapkan diri untuk menghadapi wawancara tersebut. Dia harus mencari pengetahuan tentang FIFA, profil para bintang, asal klub, hingga tetek-bengek soal Piala Dunia sejak pertama digelar pada 1930 sampai edisi 2014 yang dimulai 13 Juni nanti.
Dara kelahiran Ambon itu juga mempelajari 32 negara peserta pada 2014 serta kota-kota yang dijadikan venue pertandingan nanti. Dia mesti menghafalkannya di luar kepala.
Namun, saat hari H wawancara, pertanyaan yang diajukan panitia ternyata melenceng jauh dari yang disiapkan. Bahkan, tak satu pun yang dipelajarinya ditanyakan saat wawancara selama sekitar 30 menit tersebut.
\"Saya nyiapin-nya soal sepak bola dunia. Eh, ternyata tak ada satu pun yang ditanyakan. Yang ditanyakan malah mirip psikotes,\" ucap buah hati pasangan Edy Payapo dan Niswati Silehu tersebut.
Misalnya, Vidyah diminta mendeskripsikan dirinya, sikapnya menghadapi orang yang emosional, dan bagaimana jika kangen dengan keluarga di rumah. Selain psikotes, kemampuan bahasa asing Vidyah diuji. Setiap pelamar memang disyaratkan menguasai minimal dua bahasa asing. Vidyah memang piawai berbicara dalam bahasa Inggris dan Spanyol. Untuk bahasa Inggris, peserta harus memiliki TOEFL di atas 500, sedangkan untuk bahasa Spanyol minimal A2.
\"Selain Inggris, pelamar harus menguasai minimal salah satu bahasa negara peserta Piala Dunia. Kebetulan, saya bisa sedikit-sedikit bahasa Spanyol,\" papar bungsu tiga bersaudara tersebut.
Setelah tes wawancara itu, Vidyah harus menunggu pengumuman hasil seleksi sekitar tujuh bulan. Dia dibuat tidak sabar mengetahui hasilnya. Karena itu, tak heran bila pada 24 April lalu panitia Piala Dunia akhirnya mengumumkan bahwa Vidyah lolos ke Brasil, alangkah bahagianya dia.
Selanjutnya, dia harus mengisi kesanggupan-kesanggupan selama bertugas menjadi relawan bagi penyelenggaraan Piala Dunia di Brasil. Vidyah juga diminta memilih kota yang diinginkan dan sif jaga.
Awalnya Vidyah meminta ditempatkan di Rio de Janeiro atau Brasilia. Tapi, kuota volunter untuk dua kota itu telah penuh. Akhirnya, dia ditempatkan di Porto Alegre. Di kota tersebut ada tiga pertandingan pada 14\"30 Juni. Yakni, Prancis melawan Honduras, Nigeria versus Argentina, dan Korsel melawan Aljazair. Meski begitu, dia baru akan pulang setelah pergelaran Piala Dunia berakhir, 13 Juli mendatang.
Melihat negara yang tampil, Vidyah merasa perlu membekali diri dengan satu bahasa asing lagi, yakni bahasa Portugis. Sebab, beberapa negara yang berlaga menggunakan bahasa itu.
\"Karena itu, sekarang saya mempelajari bahasa Portugis. Ke mana-mana saya bawa catatan bahasa Portugis karena memang bahasanya sedikti beda, seperti bahasa Malaysia dan Indonesia,\" ucap alumnus jurusan hubungan internasional Universitas Paramadina Jakarta tersebut sambil menunjukkan buku catatannya.
Perjuangan Vidyah tak berhenti sampai di situ. Setelah dipastikan lolos dan diputuskan untuk mengikuti training di Brasil mulai 9 Juni, dia harus berpikir cara berangkat ke Negeri Samba. Sebab, panitia hanya menyediakan uang lelah dan kelengkapan tugas mulai jaket, celana, sepatu, sampai topi. Sementara itu, tiket pesawat berangkat dan pulang dari Brasil menjadi tanggungan masing-masing volunter.
Dia pun terpaksa mencari sponsor. Kebetulan, ada pamannya yang bekerja di Kementerian BUMN. Akhirnya, Vidyah memberanikan diri untuk menemui Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Pertemuan dengan pemenang konvensi capres Partai Demokrat itu menjadi berkah bagi Vidyah. Sebab, dua perusahaan BUMN siap mensponsori dirinya, yakni Garuda Indnesia Airways dan Pelindo. Hanya, lantaran Pelindo lebih dulu menyatakan kesediaan, perusahaan itulah yang akhirnya menerbangkan Vidyah ke negara penghasil para bintang sepak bola tersebut.
\"Visa, tiket flight pulang-pergi, dan akomodasi ditanggung Pelindo. Alhamdulillah, saya jadi bisa berangkat,\" ungkap gadis berdarah Ambon-Arab tersebut.
Total kebutuhan Vidyah selama di Brasil mencapai Rp 60 juta\"Rp 70 juta. Nominal itu memang tidak sebanding dengan uang lelah yang akan diberikan panitia untuk volunter yang tidak seberapa besar. Tapi, Vidyah tak mempersoalkan.