Mengenai resiko sebagai offroader, menurutnya jika mengikuti aturan standar, offroad itu tidak bahaya meski mobil berapa kali terbalik tidak masalah.
“Waktu insiden saat kejuaraan di Bengkulu itu self belt saya kendor makanya bisa lepas, waktu terbalik itu saya terlempar keluar sampai patah tulang rusuk tiga. Malah kepala tertimpa mobil, tetapi karena saya menggunakan helm standar jadi aman. Jadi untuk keamananan itu kuncinya self belt, jadi harus pakai yang standar,” tandasnya.
Di sisi lain, kegiatan otomotif ini memang termasuk olahraga yang cukup mahal. Tapi untuk kesenangan, bagi pria kelahiran Bungo 12 Desember 1968 silam ini harga menjadi hal yang relatif. Meski ia harus merogoh kocek dalam-dalam untuk memodifikasi mobil off road kesayangannya.
“Kalau ada yang bisa dimodifikasi itu kita pakai yang modifikasi. Kalau memang tidak bisa dan harus beli alat yang mahal, harus nabung dulu, atau kalau kita punya langganan, kita kredit,” bebernya.
Untuk merombak mobil standar menjadi off road, itu sesuai selera. Membangun sebuah mobil off road sekali jadi itu bisa memakan biaya Rp 200 Juta hingga Rp 300 Juta. “Rata-rata saya lihat yang untuk kompetisi itu di atas 200 juta. Kalau saya angsur-angsur tidak bangun sekali jadi,” pungkasnya.
(*)