PSK Berharap Dulang Rezeki untuk Bekal Pergi

Kamis 19-06-2014,00:00 WIB

 Keengganan tersebut memang beralasan. Meski wisma dan para makelar beroperasi seperti biasa, tetap saja tercipta atmosfer ketegangan. Sejak pukul 19.00, sejumlah orang berbaju hitam-hitam dengan slayer yang menutup mulut dan hidung mereka turun ke lokalisasi. Mereka berjaga-jaga di seluruh akses menuju Dolly, bahkan melakukan sweeping terhadap awak media yang hendak meliput.

 Kendati penjagaan itu tidak terlalu ketat, tetap saja suasana tersebut menyurutkan minat sejumlah pengunjung. Pengendara yang hendak menuju Gang Dolly sudah balik di tanjakan Kampung Girilaya yang berjarak sekitar 700 meter. Yang sudah di mulut gang akhirnya hanya lewat.

 Warga yang berkostum ala ninja itu tidak menghedaki adanya penyegelan terhadap lokalisasi yang selama ini telah menghidupi mereka, seperti yang terjadi di lokalisasi Kremil dan Bangunrejo yang lebih dulu ditutup Pemkot Surabaya. Mereka bahkan tidak peduli dengan seremoni deklarasi penutupan yang dilangsungkan di Islamic Center tadi malam.

 Itulah alasan warga memblokade akses masuk ke Gang Dolly. \"Kami ingin mengamankan kawasan ini,\" tegas Koordinator Komunitas Pemuda Independen (KOPI) Saputra.

 Berdasar pantauan Jawa Pos, puluhan warga itu seolah bersiap untuk perang. Mereka mempunyai komando masing-masing untuk memobilisasi massa dengan cepat. Mereka juga mempersenjatai diri dengan kayu serta besi.

 Kelompok itu bahkan memiliki sistem komunikasi komando yang cukup efektif. \"Di antaranya dengan sirene. Bila sirene dibunyikan, itu berarti tanda bahaya dan warga harus berkumpul,\" kata Saputra.

 Menurut dia, warga akan terus berjaga di Dolly sambil menunggu turunnya SK wali kota tentang penutupan lokalisasi itu. \"Kami tak peduli ada deklarasi atau tidak. Yang jelas, begitu SK (penutupan) turun, kami langsung beraksi,\" imbuhnya.

 Karena itu, kemarin juga muncul aksi penyobekan undangan yang ditujukan kepada sejumlah PSK, mucikari, serta tokoh masyarakat Dolly untuk hadir dalam deklarasi penutupan di Islamic Center. Akibatnya, deklarasi yang dilangsungkan tadi malam hampir pasti tidak dihadiri tokoh kunci Dolly.

 \"Ini sikap kami. Kami dengan tegas menolak langkah pemkot itu,\" tegas Saputra.

 Sementara itu, suasana berbeda terjadi esoknya (kemarin, Red). Tiba-tiba orang-orang di kawasan Dolly \"jual mahal\" kepada wartawan. Para PSK maupun mucikari yang akan diwawancarai meminta bayaran. Mereka beralasan sebagai ganti penghasilan mereka yang hilang karena waktunya habis untuk melayani wawancara wartawan.

 Misalnya, yang dialami Jawa Pos ketika hendak mewawancarai PSK. \"Wartawan ya\" Tidak, saya tidak mau ngomong,\" ucapnya.

 Begitu pula saat Jawa Pos pindah ke PSK lain, seorang pria yang mendampingi PSK itu langsung mencegah. \"Kalau mau wawancara, bayar Mas,\" tegasnya serius.

 Lho, kok bisa\" Pria itu dengan enteng menyatakan bahwa wartawan asing yang meliput mau membayar Rp 400 ribu\"Rp 500 ribu untuk wawancara eksklusif.

 \"Itu juga berlaku dengan wartawan di sini sekarang.\"

 Koordinator Yayasan Abdi Asih Liliek Sulistyowati meminta masyarakat tidak langsung menilai fenomena PSK yang meminta bayaran saat diwawancarai itu sebagai hal negatif.

 \"Secara psikologis mereka sangat tertekan dengan kondisi ini. Jadi, tak heran bila mereka minta bayaran untuk setiap wawancara,\" terang perempuan yang sudah lebih dari 20 tahun mendampingi dan memberdayakan PSK di Dolly dan Jarak tersebut. Apalagi, tambah dia, pemberitaan media cenderung tidak berpihak kepada para PSK.

Tags :
Kategori :

Terkait