Navarin Karim
Kesebelasan Spanyol dengan kipernya Iker Casilas dianggap kiper terbaik dunia, benar-benar mengalami nasib malang pada piala 2014, karena kebobolan 6 goal ketika berhadapan dengan Belanda kemasukan 4 goal dan 2 goal lagi masuk ke gawangnya ketika berhadapan dengan kesebelasan Chile. Kenyataan ini maka Kesebelasan Spanyol merupakan Kesebelasan pertama yang sudah dapat dipastikan harus pulang dahuluan ke Negara asalnya, karena tidak mampu masuk 16 besar. Iker Casilas sering mengalami blunder karena terlalu maju, sehingga jika bola datang melengkung diatas kepalanya iapun tak bisa berbuat apa sehingga dia hanya bisa menatap bola masuk ke gawangnya.
Demikian juga soal blunder ini dialami pula oleh Kesebelasan Pantai Gading yang menguasai setengah lapangan ke depan, dimana penguasaan bola dan serangan 55 % di dominasi oleh kebelasannya sementara lawannya Kolombia hanya 45%. Namun karena kesebelasan Pantai Gading kurang mengantisipasi blunder yang bakal terjadi, dimana serangan balik datang tiba-tiba menghancurkan pertahanan belakang mereka yang akhirnya mereka terpaksa menerima kekalahan 1: 2 lawan Kolombia. Adapun dua pemain Kolombia yang melakukan serangan sehingga menjadi blunder bagi Pantai Gading adalah Rodriques dan Juan Quinters dengan cepat cerdas melakukan serangan balik dan menghasilkan goal.
Bicara soal blunder ini, dalam perpolitikan Indonesia ada beberapa blunder yang terjadi yakni berasal dari partai, salah satu pasangan Capres/Cawapres sampai dengan dukungan Pejabat daerah.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berada diurutan 5 besar setelah Partai Demokrat, karena sumbangan effect Rhoma Irama, Ahmad Dani dan Prof. Dr. Machfud MD. Namun setelah pileg dukungan PKB terhadap capres dan wapres tidak membulat (solid), walaupun pimpinan PKB memberi dukungan kepada Jokowi –Jusuf Kalla, malah tiga orang yang paling berpengaruh ini memberi dukungan kepada capres/cawapres Prabowo – Hatta, betu-betul blunder yang terjadi pada PKB ditengah naiknya perolehan suara pada Pemilu 2014, selang satu – dua terjadi perpecahan karena ketidakkompakan penentuan dukungan capres/cawapres.
Capres/Cawapres.
Beberapa hari sebelum Deklarasi penentuan nomor urut Capres/Cawapres, Prabowo – Hatta difasilitasi Partai Demokrat (PD) menyampaikan visi dan misi di hadapan pengurus teras dan PD. Kesannya PD bakal memberi dukungan kepada pasangan Prabowo – Hatta. Namun setelah debat kedua capres, jadi blunder gara-gara Prabowo mengatakan bahwa saat ini Negara sekarang mengalami kebocoran Rp. 1.000 T. Susilo Bambang Yudhoyono mempertanyakan pernyataan tersebut. Pemerintah menilai pernyataan itu tidak benar dan berlebihan. Bahkan Johan Budi SP (juru bicara KPK) terpaksa menyikapi karena Prabowo menyebut-nyebut juga KPK. Adapun tanggapan Johan Budi, SP sebagai berikut : “KPK belum pernah melakukan kajian yang kemudian disimpulkan bahwa ada kebocoran sebesar Rp. 7.200 Triliun. Bahkan Julian Aldrin Pasha (juru bicara Kepresidenan) mengatakan : “Beliau (Hatta Rajasa sebelum jadi cawapres) yang membawahkan dan mengoordinasi kementerian di bidang perekonomian di bidang perekonomian. Jadi seharusnya lebih tahu persis seperti apa. Yang jelas, pemerintah telah berupaya keras agar tidak terjadi kebocoran. Dan Prof. Dr. Firmansyah (Staf khusus Kepresidenan bidang Ekonomi) juga angkat bicara sebagai berikut : “waktu Pak Hatta sebagai Menko Perekonomian, dia juga sangat komit untuk optimalisasi pendapat Negara, hanya saja karena ini kan masih belum tuntas. Saya rasa di Amerika juga masih ada kebocoran, di Eropa masih ada kebocoran. Masalah ini memang tidak bisa selesai dalam jangka waktu 5-10 tahun. Akibat pernyataan Prabowo ini, bisa menjadi blunder PD mengalihkan suara ke capres yang lain, syukur-syukur masih netral. Belum lagi pernyataan Prabowo ketika debat kedua Capres mengatakan : ia tidak sepenuhnya mengikuti keinginan tim penasehatnya, yang mengatakan counter saja pendapat lawan debatnya. Nyatanya Prabowo pada salah satu prinsip, Prabowo sependapat dengan Jokowi. Ini juga bisa menjadi blunder terhadap tim penasehat, mungkin yang akan datang tim penasehat tidak akan memberikan nasehat baik diminta maupun tidak diminta terhadap Prabowo – Hatta. Mereka berfikir untuk apa memberikan nasehat, belum tentu juga diimplementasikan. Oleh sebab itu kepada kedua pasangan capres/cawapres harus pandai berdiplomasi, agar tidak menimbulkan efek blunder.
Dukungan Pejabat Daerah
Ada beberapa penguasa daerah di Indonesia memberikan dukungan kepada salah satu pasangan capres-cawapres. Ini akibat penguasa daerah masih merangkap jabatan sebagai ketua partai. Seharusnya sebagai penguasa daerah, kepala daerah harus melepaskan jabatan sebagai ketua partai, mengingat mereka bukan lagi milik golongan/partai. Kekhawatiran penulis terhadap penguasa-penguasa daerah memberikan dukungan nyata kepada salah satu pasangan capres-cawapres adalah : seandainya capres/cawapres yang di dukungnya tidak menang, ini bisa jadi blunder bagi pemerintah daerah. Bisa saja kucuran dana pembangunan daerah tersebut tidak maksimal lagi dan lebih parah lagi distribusi dan alokasi dana ditahan dan atau ditiadakan. Masih ingat tidak ketika masa Orba, jika suatu locus tidak memberikan dukungan yang significant, maka pembangunan di locus tersebut jadi tersendat (stagnan). Oleh sebab itu kepada kepala daerah diharapkan lebih netral, sehingga tidak menimbulkan dampak blunder.
--------------------------------
Penulis adalah Ketua Pelanta (NIA 201307002) dan Dosen PNSD Kopertis Wilayah X dpk STISIP NH Jambi.