Bantah Bagi-bagi Duit di Kongres Demokrat
JAKARTA - Seolah tak ingin terseret dalam pusaran kasus korupsi, sejumlah politisi Partai Demokrat kompak mengaku tak tahu adanya bagi-bagi uang dalam kongres di Bandung empat tahun lalu. Kesaksian itu tergambar dalam sidang lanjutan kasus korupsi Hambalang dengan terdakwa Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin (7/8).
Sidang mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu menghadirkan tiga saksi. Yakni, Saan Mustopa, Ruhut Sitompul, dan Mirwan Amir. Ketiganya merupakan mantan tim sukses (timses) Anas dalam perebutan kursi orang nomor satu Partai Demokrat dalam kongres di Bandung. Tiga politikus itu selalu berkilah dari pertanyaan mengenai pemberian uang dan barang untuk pemenangan Anas.
Misalnya, ketika ditanya mengenai adanya pemberian uang berlabel akomodasi untuk para Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) pendukung Anas. Saat dimintai menjelaskan keterangannya pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tentang pemberian uang, Ruhut mengaku hanya mendengar keluhan dari Ketua DPC Partai Demokrat Gorontalo dan Manado.
\"Saya mendengar ada ketua DPC yang menerima uang agar memilih Anas Urbaningrum. Namun, mereka juga telah menerima uang untuk memilih pasangan lain (Marzuki Alie dan Andi Alfian Mallarangeng, Red),\" ujar Ruhut. Menurut cerita itu, uang yang diterima dalam bentuk dolar dengan besaran antara USD 3 ribu sampai USD 5 ribu.
\"Kalau ditanya apakah saya tahu, saya jawab tidak. Saya hanya mendengar,\" ujar Ruhut. Mantan advokat itu berkilah hanya bertugas memotivasi para Ketua DPC agar memilih Anas. Upaya itu disampaikan dengan menyampaikan visi misi dan rekam jejak Anas.
Saat ditanya jaksa Yudi Kristiana mengenai adanya pemberian uang dengan istilah \"bom\", Ruhut kembali berkelit. \"Itu sama halnya dengan bau, tercium tapi tak terlihat. Saya tidak tahu soal bom itu, nanti Densus marah,\" ungkap pria yang pernah tampil dalam sinetron komedi itu.
Senada dengan Ruhut, Saan juga mengelak mengenai aliran uang yang diduga berasal dari proyek Hambalang di Kongres Partai Demokrat. Dia mengaku hanya bertugas mengkoordinir ketua DPC asal Jawa Barat. Dia beralasan karena jarak antara kota di Jawa Barat dan Bandung (tempat pelaksanaan kongres) dekat, maka tidak ada uang akomodasi. \"Saya tidak tahu. Mereka (ketua DPC) yang sama saya mengaku tidak diberi uang dan tak menginap,\" ujar Saat.
Demikian juga dengan pernyataan Mirwan, dia mengaku tak tahu soal uang karena hanya bertugas mengkampanyekan sosok Anas pada para Ketua DPC asal Aceh.
Sidang juga mengungkapkan bagaimana Anas mendapatkan survei gratisan dari Lingkar Survei Indonesia (LSI). Direktur Eksekutif LSI Denny J.A. mengaku memberikan survey gratis karena Anas mengaku tidak punya dana. Denny menyangkal memberikan bahwa survei gratis diberikan karena Anas menjanjikan LSI menjadi lembaga survei untuk kepala daerah yang maju lewat Partai Demokrat.
Meski begitu, Denny mengaku meminta agar Anas tidak menghalangi akses LSI ke Partai Demokrat. \"Saya mengenal beliau dan tahu reputasinya. Dengan berhasil memenangkan saudara Anas, reputasi saya juga akan naik,\" ungkapnya.
Anas disebut menerima survei gratis seharga Rp 478,632 juta. Namun, menyebut nilai survei itu hanya berkisar Rp 10 juta \" Rp 20 juta. Denny juga pasang badan dengan mengaku membiayai dengan kantongnya sendiri untuk iklan Anas sebesar Rp 400 juta.
(gun/ca)