JAKARTA - Jaksa penuntut umum terus berupaya membuktikan dakwaan pencucian uang yang dilakukan Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat. Salah satu yang dibuktikan adalah kepemilikan tambang di Kecamatan Bengalon dan Kecamatan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur.
Upaya pembuktian itu dilakukan dengan menghadirkan Bupati Kutai Timur yang juga kader Partai Demokrat, Isran Noor. Dia diminta menjelaskan perihal pengurusan izin usaha pertambangan (IUP) yang diajukan PT Arina Kota Jaya.
Dalam dakwaan Anas disebutkan, mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu memiliki sekitar 10 ribu hektare tambang batubara. Isran membantah mengeluarkan IUP karena telah menerima sejumlah uang.
\"Tidak ada itu, tidak dibenarkan. Izin dikeluarkan karena semuanya sudah sesuai prosedur,\" ujar Isran saat ditanya mengenai adanya uang yang diduga diterima oleh Kepala Dinas Pertambangan Kutai Timur.
Terkait jawaban itu, Jaksa beberapa kali mengulangi pertanyaannya. Jaksa menegaskan agar Isran menjawab dengan jujur. Isran pun mengaku memang tidak ada uang dalam pengurusan izin tersebut. \"Memang tidak ada uang, apa yang saya sampaikan ini benar. Saya sudah disumpah,\" ucapnya.
Dalam dakwaan Anas disebutkan, M. Nazaruddin memerintahkan Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis mengeluarkan uang Rp 3 miliar untuk mengurus IUP. Seperti diketahui, Grup Permai merupakan perusahaan yang dibangun Anas dan Nazar untuk mendapatkan sejumlah fee dari proyek-proyek pemerintah.
Pada waktu yang bersamaan, sidang kasus suap proyek talud di Kabupaten Biak Numfor juga disidangkan di pengadilan tipikor. Dalam sidang itu, istri pengusaha Teddy Renyut yang juga menjadi tersangka dalam perkara ini memberikan kesaksian. Dia bersaksi untuk Bupati Biak Numfor non aktif, Yesaya Sombuk.
Istri Teddy, Sepriti mengaku pernah mengirimkan uang sekitar Rp 5 miliar untuk ijon proyek di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Uang itu ditransfer antarbank ke staf khusus Menteri PDT, Muamir Muin Syam dan PNS di kementerian itu, Aditya El Akbar Siregar. Muamir sendiri kini sudah masuk dalam daftar cegah KPK.
Sepriti juga mengaku saat kasus penyuapan yang dilakukan suaminya terhadap Bupati Yesaya terbongkar, ada pihak dari Kementerian PDT yang menawarkan bantuan hukum. \"Ditawarkan bantuan hukum katanya agar keterangannya sinkron,\" ujarya.
Tak lama setelah ada tawaran itu, seseorang pengacara bernama Farhan menghubungi Sepriti. Dia sendiri tidak tahu apa yang dimaksud dengan mensinkronkan keterangan seperti yang disampaikan seseorang dari Kementerian PDT.
(gun/end)