Setelah ditunggu-tunggu, Erwan akhirnya sadar bahwa dirinya telah menjadi korban penipuan bisnis online. Dia pun malu menceritakan kejadian itu kepada temannya. Begitu pula kepada orang tuanya di Pekanbaru, Riau.
\"Saya juga malas lapor polisi karena pasti hanya akan dapat surat laporan. Ternyata, yang saya alami itu juga dialami banyak orang lain. Ceritanya juga hampir sama,\" tutur lulusan Pondok Pesantren Gontor tersebut.
Belajar dari kejadian itu, Erwan berinisiatif \"melawan\" para penipu tersebut. Dia tidak ingin makin banyak korban berjatuhan. Karena itu, berbekal ilmu TI (teknologi informasi) yang dipelajarinya di kampus, dia membuat situs online yang bisa memverifikasi toko-toko online yang biasa bertransaksi lewat dunia maya. Situs itu berisi ribuan toko online, baik yang \"resmi\" maupun abal-abal.
\"Saya membuat ini karena kebanyakan korban penipuan malas lapor ke polisi. Kalaupun lapor, berapa yang ditindaklanjuti\" Karena itu, saya buat database ini untuk membantu orang yang bermaksud bertransaksi lewat online agar terhindar dari upaya penipuan,\" paparnya.
Lantas, terbentuklah polisionline.com sebagai pionir situs penyedia database toko online se-Indonesia. Awalnya tidak mudah melakukan verifikasi situs jual beli. Tidak sedikit e-mail penawaran verifikasi yang dikirim Erwan ke sejumlah toko online yang tidak berbalas. Meski begitu, dia tetap bersemangat mencari sendiri toko online yang layak dilabeli tepercaya dan yang palsu.
Dari hari ke hari, makin banyak orang yang datang ke polisionline.com untuk mencari rujukan situs jual beli. Saat itulah mulai ada toko online yang mengajukan diri untuk diverifikasi. Dalam sehari, minimal ada 7\"10 permintaan verifikasi dari pemilik toko online.
Untuk mempertahankan kredibilitasnya, Erwan tidak meminta uang dari proses itu. \"Saya mengajukan syarat yang ketat dan tidak mau dibayar dalam memverifikasi sebuah toko online,\" ujarnya sembari menunjukkan proses verifikasi tersebut.
Syarat utama yang harus dipenuhi, pemilik toko harus mengirimkan copy sejumlah identitas. Identitas itu harus di-scan atau difoto dalam satu frame.
\"Syarat scan identitas seperti itu hanya salah satu teknis untuk menghindari digital imaging,\" jelasnya.
Selain meminta copy identitas, Erwan diam-diam menelusuri nomor telepon yang dicantumkan si pemilik. Dia juga kadang mengecek proses registrasi domain-nya.
Toko online yang terverifikasi diberi banner yang bisa dipasang di situsnya. Jika diklik, banner itu akan mengarah ke laman polisionline.com yang berisi data verifikasi situs yang bersangkutan.
Saking berpengalamannya menemukan toko online abal-abal, Erwan sampai hafal hanya dengan melihat sepintas tampilan sebuah situs.
\"Sering ada kesamaan di antara situs penipuan. Baik itu themes, desain konten, hingga isi penawarannya,\" jelasnya.
Dia sempat menunjukkan contoh sejumlah situs penipuan yang memiliki kesamaan itu. Menurut dia, toko online penipuan juga mengikuti perkembangan. Jika dulu kebanyakan situs penipuan menggunakan fasilitas gratisan (baik domain maupun hosting), sekarang tidak lagi.
Banyak penipu yang bersedia mengeluarkan uang untuk membeli domain dan hosting agar dikira kredibel. \"Bahkan, ada yang menggunakan domain .co.id yang pendaftarannya menggunakan SIUP dan NPWP,\" terangnya.
Dari upaya mengungkap praktik penipuan selama ini, Erwan tidak jarang mengalami teror dari para pelaku. Misalnya, dia pernah menjadi korban SMS blasting. Seseorang yang diduga sebagai salah seorang pelaku penipuan situs online mengirimkan SMS ke banyak nomor dan mengumpat-umpat. Pada akhir SMS, dicantumkan nomor telepon operasional polisionline.com.