Penampakan Yang Mengelabui

Rabu 10-09-2014,00:00 WIB
Oleh:

Navarin Karim

KALAU penampakan hantu cuma sebentar dan biasanya membuat orang ketakutan, tapi penampakan baik membuat orang jadi terpesona.  Namun  jika penampakan baik yang mengelabui, akhirnya ketahuan juga jeleknya karena hanya sebatas  pencitraan terhadap masyarakat. Pada masa Orde Baru pernah terjadi taman PKK yang akan dikunjungi Presiden disulap oleh pak Camat menjadi taman PKK yang seolah subur dan  produktif, beberapa tanaman yang sudah jadi dan subur dipindahkan ke taman PKK tersebut. Presiden pun memuji taman tersebut dan wartawanpun tidak lupa mempublikasi prestasi semu tersebut. Masih ingat anda foto pak Harto memegang ikan besar hasil tangkapannya ketika memancing ikan di muara angke? Beberapa tahun sebelum pak Harto memancing ikan,  dilaksanakan program  membuang bangkai-bangkai becak untuk dijadikan kompon. Beberapa hari jelang  pak Harto memancing ikan disana, penjilat-penjilat telah membeli ikan-ikan besar dari peternak dan di taruh di muara angke tersebut. Masyarakatpun terkelabui (bahasa minangnya : takicuh di nan tarang)  dengan publikasi media elektronik dan  media massa.  Kejadian seperti ini berulang kembali pada era reformasi, para calon politikus apakah untuk menjadi legislator atau menjadi pemimpin daerah (Gubernur, walikota/bupati, wakil gubernur, wakil walikota/bupati) menjelang pemilihan, penampakan mereka baiknya sangat luar biasa. Ketemu setiap orang selalu smile dan menyapa dengan sumringah. Ketemu anak kecil digendong, ketemu anak sekolah digandeng, pergi ke tempat-tempat kumuh dan bencana di foto dan dipublikasikan di media seolah  mereka benar-benar merakyat. Ada juga pejabat yang berpenampilan sederhana, tetapi ternyata korupsinya luar biasa. Kasus korupsi terbaru yang terungkap yaitu Menteri ESDM (Jero Wacik) yang berpenampilan sederhana memeras  Rp. 120 juta/bulan untuk biaya operasional Kementerian ESDM yang dipimpinnya.

Melihat contoh-contoh perilaku diatas, mengingatkan penulis dengan budayawan kondang era 1980-1990 yaitu Muchtar Lubis, dia mennyebutkan ada 12  sifat jelek bangsa Indonesia yaitu (1)  munafik (hipokrit), (2) Segan dan enggan bertanggung jawab/kalau gagal tidak mau mundur. (3) berjiwa feodal/gila hormat, (4) percaya takhyul/mitos, (5) artistic/mempesona, sebenarnya menyembunyikan keadaan sesungguhnya dalam hidupnya/jiwanya, (6) watak/karakter yang lemah, (7) tidak berhemat/suka hal-hal berbau konsumerisme (8) lebih suka tidak bekerja keras, etos kerja rendah/menerabas (short cut), (9) tukang menggerutu/mengeluh, (10) cepat cemburu/dengki, (11) sok kalau sudah berkuasa, mudah mabuk berkuasa, kalau kaya mabuk kaya mabuk harta dan (12) tukang tiru/plagiat.

Kalau diidentifikasi penampakan yang mengelabui mengena pada sifat jelek nomor (1), (5), (6), (8), (11) dapat dibuatkan penjabarannya sebagai berikut : (1) munafik/hipokrit : tidak sesuai antara penampilan/ucapan dengan kenyataan sebenarnya, (5)Kesederhanaan dan sifat-sifat baik lainnya yang ditampilkan memesona masyarakat Indonesia, (6)meminta/memeras menunjukkan karakter yang lemah, (8) Tidak mau bekerja keras, akhirnya berfikir pragmatis dengan cara meminta/memeras.  (11) sok kalau berkuasa, mengingatkan istilah Jawa : ojo dumeh, jangan mentang-mentang berkuasa kita memeras orang lain.  TB. Silalahi mantan Menpan masa Soeharto pernah mengatakan tiga kelemahan  bangsa Indonesia yang disingkatnya dengan FMD (Fisik, Mental dan Disiplin). Fiisik disebabkan karena gizi yang tidak merata pada masa balita. Mental  menerabas/shot cut, seperti melakukan jalan pintas pendidikan, seperti kuliah sabtu minggu, menyuap panitia penerima PNS, menyuap pihak-pihak yang akan member perizinan. Disiplin yang lemah dikalangan PNS, seperti datang lambat dan pulang cepat (Last in first out)ada pegawai yang merangkap jadi buruh bangunan, kalau pagi absen. Setelah absen bekerja jadi buruh bangunan, jelang jam pulang kerja; dia sudah ada lagi di kantor untuk absen pulang. Ini namanya penampakan awal dan akhir.

Solusi mendapatkan orang yang berintegritas.

Ada yang mengatakan kasihan Presiden kita Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), beliau dikelilingi oleh Menteri yang tidak berintegritas. Bayangkan jelang 40 hari berakhir masa jabatannya : tiga menteri-nya sedang digarap KPK dan 7 menteri menteri-nya mengundurkan diri. Ibarat permainan catur kalau Menteri sudah mati, maka tinggal pion-pion. Betul-betul terdesak raja (baca : SBY). Belum lagi tekanan (pressure) pemerintah transisi. 

Pembelajaran ini sangat berarti bagi Presiden, Gubernur. Bupati/walikota dalam menentukan Menteri dan atau staf yang akan membantunya dimasa yang akan datang. Solusi yang penulis tawarkan adalah gunakan tim psikolog independent untuk menseleksi calon menteri dan atau staf yang masuk nominasi, dengan cara menggunakan alat detector anti kebohongan (Rootalk Tech), sehingga tidak terjadi lagi mie enak dikatakan tidak enak. Hal ini tentu mengingatkan kita  terhadap salah satu iklan mie sedap di televise. Si pembohong tentu tidak bisa lagi berkilah, karena tekhnologi menunjukkan dia memang benar-benar pembohong.

------------------------------

Penulis adalah Ketua Pelanta (NIA 201307002) dan dosen PNSD  Kopertis Wilayah X dpk STISIP NH Jambi.

Tags :
Kategori :

Terkait