JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Manik, menyambut baik masukan dari sejumlah pemerhati pemilu agar penyelenggara ikut bersuara atas rencana mayoritas fraksi di DPR mendukung pemilihan kepala daerah (Pilkada) dikembalikan lewat DPRD.
Menurut Husni, masukan dari para pemerhati pemilu tersebut akan dibawa dalam rapat pleno KPU guna menyikapi langkah apa yang dapat diambil menanggapi kondisi yang kini terjadi.
Apalagi persoalan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada), terkait langsung dengan KPU sebagai pelaksana undang-undang.
“Kenapa sampai saat ini kita masih pasif, karena masih menjunjung tinggi prinsip KPU merupakan lembaga penyelenggara undang-undang,” kata Husni di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (10/9).
Meski begitu, Husni menyadari penyelenggara pemilu sangat penting dilibatkan dalam proses pembuatan undang-undang, terutama yang berkaitan langsung dengan fungsi dan peran KPU.
Alasannya, karena penyelenggara berpengalaman dalam melaksanakan di lapangan, sehingga mengetahui secara detail hal-hal yang paling dibutuhkan untuk ditetapkan pada undang-undang, demi perbaikan bagi pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
“Secara lisan penyelenggara pemilu sebenarnya sudah beberapa kali menyampaikan agar bisa dilibatkan dalam pembahasan RUU terkait pemilu. Paling tidak kami dapat berperan aktif memberi pikiran simulatif. Karena walau pun (anggota DPR dan pemerintah,red) punya pemikiran yang hebat, kalau tidak terlibat langsung (dalam pelaksanaan UU) sulit membangun pola pikir simulatif. Jadi memang kami berharap pemerintah dan DPR menyampaikan undangan,” katanya.
Meski belum bersedia memberi pernyataan secara kelembagaan, namun secara pribadi Husni menilai kurang tepat jika disebut penyelenggara di daerah banyak melakukan penyimpangan, yang menjadi alasan kelompok tertentu berpendapat sudah saatnya kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD.
“Kita perlu membuka banyak dokumen dan informasi menyangkut perkembangan penyelengaraan pemilu dalam sembilan tahun terakhir. Yang bersoal itu persentasenya kecil sekali. Misalnya keputusan KPU yang diuji di Mahkamah Konstitusi mungkin tidak sampai sebelas persen tudingan yang diminta ditindaklanjuti (gugatan dikabulkan MK, red). Demikian juga dengan yang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), mayoritas tudingan dimentahkan pengadilan. Jadi tidak signifikan meniadakan pilkada secara langsung,” katanya.
(gir/jpnn)