Kepala Daerah Tolak Pilkada Dipilih DPRD

Jumat 12-09-2014,00:00 WIB

                Rapat pimpinan DPR pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR terakhir telah sepakat, kalau agenda pengambilan keputusan terkait RUU yang sudah mulai dibahas sejak sekitar 2 tahun lalu itu, ditunda. Diagendakan, pengambilan keputusan di tingkat panja akan dilakukan pada 22 September nanti. Dan, kemudian dibawa ke sidang paripurna untuk diambil keputusan akhir pada 25 September.

                Kemarin, politisi PDI Perjuangan Tubagus Hasanuddin mengajak, agar rakyat ikut memboikot secara nasional Pilkada oleh DPRD dalam RUU Pilkada yang kini sedang dibahas tersebut. Alasannya, mekanisme lewat DPRD tersebut tidak mewakili mayoritas suara rakyat.

       \"Saya sarankan boikot nasional karena ada mayoritas konstituen yang tidak terwakili oleh DPRD. Masyarakat berhak memboikot karena tidak terwakili oleh anggota DPRD di daerah,\" kata wakil ketua Komisi I DPR tersebut.

                Dia kemudian mengambil contoh betapa tidak terwakilinya rakyat dalam model pemilihan lewat DPRD, jika nanti jadi diterapkan. Di daerah pemilihannya, Majalengka, hanya ada 1,2 juta rakyat yang memilih dari keseluruhan DPT pileg. Hasilnya, terpilih lah 50 orang anggota DPRD Majalengka dengan estimasi masing-masing caleg meraih suara antara 5-7 ribu suara. \"Anggaplah 7 ribu per caleg, maka kalau dikali 50, cuma 350 ribu. Lalu, yang 800 ribu lebih suara lainnya kemana? Mereka kan tidak mencoblos orang-orang yang terpilih ini,\" beber ketua departemen politik DPP PDIP tersebut.

                Karena itu lah, lanjut dia, rakyat perlu untuk memberikan respon keras jika sejumlah fraksi masih ngotot dengan opsi pemilihan kepala daerah lewat DPRD. \"Rakyat berhak memboikot karena ini pengkhianatan suara rakyat,\" tandasnya kembali.

                Jika disimulasikan, ketentuan pemilihan kepala daerah lewat DPRD tentu akan merugikan partai-partai yang di koalisi Jokowi-JK, termasuk PDIP. Melihat komposisi kepemilikan kursi di masing-masing partai DPRD provinsi, maka KMP berpotensi besar menyapu bersih seluruh gubernur. Dengan catatan, partai-partai di koalisi yang mengusung Prabowo-Hatta di pilpres lalu tetap solid hingga ke daerah.  

       Sementara itu banyaknya desakan dari elemen masyarakat tidak membuat pemerintah berinisiatif mencabut RUU Pilkada. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menuturkan, pihaknya tidak bisa mencabut RUU Pilkada. Sebab, RUU tersebut telah sampai ke DPR. \"Enggaklah, pemerintah yang menyampaikan konsep awal. Lalu dibahas di DPR,\" tuturnya.

 

       Mendagri berupaya mengklarifikasi terkait isu yang berkembang. Menurut dia, sebenarnya RUU itu bukan hanya isu soal pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Melainkan, juga soal meminimalisir politik dinasti yang terjadi di daerah. \"Tapi, isu pemilihan tidak langsung ini yang berkembang di DPR,\" jelasnya.

       Selain itu, lanjut dia, soal terjadinya konflik pada pilkada. Hal tersebutlah yang membuat pemilihan tidak langsung dirancang di kota dan kabupaten. Sebab, terjadinya konflik hanya di tingkatan tersebut. Pada tingkat provinsi tidak terjadi konflik. \"Itu makanya pada provinsi tetap pemilihan langsung,\" ujarnya ditemui di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

            Karena itulah tidak semua daerah bisa melakukan pemilihan langsung untuk pilkada kota dan kabupaten. Misalnya, seperti pada DKI Jakarta, dimana gubernurnya dipilih langsung, tapi kota-kotanya dipilih gubernur. \"Papua juga ada aspirasi yang sama, pemilihan tidak langsung,\" jelasnya.

            Terkait aspirasi APKASI yang menolak pilkada tidak langsung, dia menjelaskan jika aspirasi itu tentu akan menjadi masukan bagi pemerintah dan DPR. Kalau pun tetap memiliki rencana untuk judicial review (JR) juga bukan masalah untuk pemerintah. \"Tidak apa-apa, tiap hari pemerintah itu datang ke MK. Satu pasal saja tetap digugat,\" jelasnya.

(bay/dyn/ken/idr)

 

 

Tags :
Kategori :

Terkait