Pilkada 2015 Terancam Tanpa Payung Hukum

Jumat 12-09-2014,00:00 WIB

Mendagri Tak Mau Cabut Usulan RUU Pilkada

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada), mendesak untuk segera disahkan pada masa bakti DPR periode 2009-2014. Jika tidak, maka semua pelaksanaan pilkada di 2015 dikhawatirkan tidak memiliki payung hukum.

Karena undang-undang yang baru belum lahir. Sementara, undang-undang yang sebelumnya menjadi payung hukum pilkada, yaitu Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemda, telah ditetapkan oleh DPR dan pemerintah untuk dipecah menjadi tiga undang-undang.

Satu di antaranya telah disahkan yaitu Undang-Undang tentang Desa. Sementara dua lainnya masih dalam pembahasan yaitu Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan Rancangan Undang-Undang tentang Pilkada.

“Jadi kalau ini (pembahasan RUU Pilkada,red) dicabut, pilkada tahun depan pakai apa\" Masalahnya karena ini UU turunan. Malam ini (Kamis,red) RUU Pemda sudah Keputusan Tingkat satu,” ujar Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kapuspen Kemendagri), Dodi Riyadmadji di Gedung Kemendagri, Jakarta, Kamis (11/9).

Karena itu Dodi berharap DPR dapat segera memberi keputusan. Meski dalam pembahasan RUU Pilkada masih terdapat dua pandangan yang berbeda. Di satu sisi sebagian fraksi menginginkan proses pilkada dilakukan oleh DPRD. Sementara di sisi lainnya menginginkan tetap dilakukan secara langsung.

“Saya yakin enggak-lah (deadlock,red). Mereka (fraksi di DPR) tentu sudah ambil keputusan ini tadi, pasti. Itu yang ambil suara DPR,” katanya.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, menegaskan, siap menampung aspirasi Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) yang mendesak pemerintah mencabut usulan RUU Pilkada, yang kini masih dibahas di DPR.

Namun, kata Gamawan, pemerintah tidak dapat mencabut usulan RUU tersebut. Karena proses pembahasannya telah berlangsung sekian lama di DPR. Bahkan kini, permasalahan hanya tinggal menyisakan perbedaan pandangan dua kelompok.

Di satu sisi sebagian fraksi menginginkan proses pilkada dilakukan oleh DPRD. Sementara sebagian lainnya menginginkan pilkada tetap dilakukan secara langsung.

“Aspirasi boleh saja. Tentu nanti jadi masukan dalam pembahasan. Tapi kalau mencabut ya enggaklah, kan sudah di DPR,” ujar Gamawan di Gedung Kemendagri.

Menurut Gamawan, pemerintah saat ini dalam posisi merumuskan pasal-pasal dari dua pendapat yang berbeda di DPR. Sementara terkait keputusan, sepenuhnya berada di tangan DPR.

“Pemerintah sebelumnya kan telah menyampaikan konsep awal. Nah dulu itu awalnya kita berpandangan pilkada untuk provinsi langsung, sementara kabupaten/kota tidak. Karena dari data yang kita miliki konflik itu di kabupaten/kota. Sementara di provinsi tidak terjadi,” katanya.

(gir/jpnn)

Tags :
Kategori :

Terkait