Para Hujjaj Itu Duta Allah

Senin 15-09-2014,00:00 WIB
Oleh:

Tapi Mengapa Diperlakukan Begitu ?

Suaidi Asyari*

 

MENURUT Hadits Rasulullah, bahwa orang yang mengerjakan haji atau umrah itu adalah duta-duta Allah (HR Nas”i dan Ibnu Majah). Layaknya duta-duta besar di dunia ini mempunyai kekebalan dan keistimewaan tertentu (Konvensi Wina 1961), selama tidak melanggar hukum tertentu. Namun pandangan mata terhadap para hujjaj di Bandara King Abdul Aziz di Jeddah, realitasnya perlakuan terhadap para mereka ketika digeledah, tidak jauh beda dengan penyelundup.

Saat ini sampai beberapa puluh hari ke depan, Bandara King Abdul Aziz kembali diramaikan oleh para tamu Allah dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia. Ketika penulis dalam perjalanan haji 2010 yang lalu terdapat satu pemandangan yang absurd dibanding prolog di atas. Rata-rata para hujjaj dari Indonesia, khususnya para kaum ibu diperlakukan, digeladah tak obahnya seperti para penyelundup. Hampir setiap mukena para ibu diperiksa. Tidak seperti pemeriksaan rutin lainnya. Ketika pulangpun, bagian perjalanan ini dijadikan cerita “lucu” pengalaman haji. Bukan cerita memalukan atau dipermalukan sebagai duta Allah.

Dari kesaksian penulis, memang sebagian diantara ibu para hujjaj itu terbukti menyembunyikan air zam-zam atau belanjaan lain dalam mukena mereka. Siapa saja yang kedapatan, maka air zam-zam atau belanjaan itu ditinggalkan di airport, dan para hujjaj itu tentu gigit jari. Pasrah.

Meskipun ada satu dua orang yang mencoba berdebat, tetapi pada umumnya dicuekin oleh para petugas Bandara/perusahaan penerbangan yang ada. Ada memang satu dua orang yang berhasil mengelabui para petugas bandara. Tetapi gelagat dan cara mereka tetap saja seperti seorang yang berusaha untuk melanggar ketentuan hukum dan seolah layak dicurigai sebagai penyelundup atau sejenisnya.

Realitas di atas jelas bertentangan dengan tiga hal yang berkaitan dengan pembekalan calon  haji. Pertama setiap calon haji tentu sudah diberi bekal informasi benda apa saja dan berapa berat barang yang boleh masuk ke dalam cabin atau ke bagasi pesawat. Selebih dari itu para calon haji diminta untuk mengirimkannya melalui paket yang biayanya tidak terlalu mahal.

Kedua, tujuan utama melaksanakan haji adalah untuk menyempurnakan syarat dan rukun haji, bukan untuk belanja atau membawa titipan. Disamping itu jumlah air zam-zam yang disediakan oleh panitia haji sudah cukup untuk para tamu atau keluarga ketika nanti sampai di rumah, dalam rangka mengambil barakah. Jika untuk keperluan berlebihan tentu masih bisa dibeli dari berbagai toko yang menyediakan suvernir haji di Indonesia.

Ketiga, salah satu informasi dan bimbingan spritual keberangkatan pada umumnya adalah tentang perbekalan“ ... barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (2:197).

Orang bertaqwa berarti orang yang mengerjakan segala perintaha Allah dan menjauhkan laranganNya. Ringkasnya, orang yang bertaqwa berarti orang taat aturan. Dan menurut ayat ini bahwa orang-orang yang berakal harus taat aturan Allah.

Tidak jauh berbeda dengan puasa, salah satu aspek penting dari ibadah haji adalah prinsip taat aturan yang berkaitan dengan ibadah itu. Tanpa prinsip taat aturan, ada begitu banyak rangkaian kegiatannya yang bisa terlihat tidak masuk akal. Akan tetapi “sebaik-baik bekal” adalah taqwa, yaitu taat aturan, maka tidak ada pertanyaan yang diajukan terhadap mengapa dilakukan rangkaian syarat dan rukun ibadah itu.

Dengan logika ini, maka masuk akallah orang yang pulang haji akan menjadi orang yang selalu taat aturan. Mungkin inilah salah satu ciri haji yang mambrur, yang berbekas dalam kehidupan dunia dan masyarakat, selalu taat aturan, tidak tamak atau berlebihan. Bukan ngakali aturan.

Mengapa ini terjadi? Dan Salah siapa?

Ada beberapa kemungkinan penyebab para ibu, sebagian juga para bapak, yang berusaha membawa air zam-zam atau belanja lainnya ke dalam pesawat sewaktu pulang haji. Pertama, para panitia pembelakan haji ketika manasik di tanah air tidak mampu menggunakan bahasa komunikasi yang bisa menjiwai atau menginternalkan pembekalan yang diberikan. Sehingga yang ditangkap oleh para calon haji adalah bagai mana cara mengakali ketika berhadapan dengan ketentuan yang bertentangan dengan kemauan nafsu calon haji dan merusak pahala haji.

Tags :
Kategori :

Terkait