Perketat Asing di Asuransi

Selasa 16-09-2014,00:00 WIB

JAKARTA - Industri asuransi di Indonesia bakal memasuki babak baru. Ini setelah disepakatinya RUU Perasuransian untuk dibahas di DPR guna menggantikan UU No 2/1992 tentang Usaha Perasuransian. Salah satu isu panas yang dibahas adalah porsi kepemilikan asing.

       Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani mengatakan, dalam pembahasan RUU Perasuransian dengan DPR, OJK mengusulkan agar kepemilikan asing diperketat dari saat ini 80 persen menjadi hanya 49 persen. “Ini akan dibicarakan dengan DPR,” ujarnya di Komisi XI DPR kemarin (15/9).

       Namun, lanjut dia, rencana pengetatan porsi kepemilikan asing tersebut tidak akan berlaku surut. “Untuk yang sudah eksis, kita dorong agar go public (di bursa saham),” katanya. Dia mengakui, investor asing yang masuk ke pasar asuransi di Indonesia selalu menginginkan porsi kepemilikan mayoritas. Meskipun saat ini beberapa investor asing di industri asuransi juga tidak menjadi mayoritas. Misalnya, BNI Life yang kepemilikan asingnya hanya 40 persen. Lalu Sequis Life 20 persen, Panin 40 persen, dan Sinarmas 50 persen.

       Rencana pembatasan kepemilikan asing di industri asuransi juga disuarakan anggota Komisi XI DPR Abdilla Fauzi Achmad. Menurut dia, selama ini asing begitu leluasa bergerak dalam industri asuransi di Indonesia. Karena itu, harus ada pembatasan secara kuantitatif dan kualitatif. “Usul saya, asing maksimal 40 persen atau 49 persen. Jadi yang mayoritas tetap (pemodal dari ) Indonesia,” ucapnya.

       Namun, Menteri Keuangan Chatib Basri justru menilai porsi kepemilikan saham asing di industri asuransi bukan hal yang bersifat urgent untuk diutak-atik. Menurut dia, hal terpenting yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana mendorong penguatan modal perusahaan asuransi. “Persoalan modalnya datang dari asing atau domestik, itu tidak masalah,” ujarnya.

       Chatib menyebut, penguatan modal harus menjadi isu utama yang dibahas dan dimatangkan dalam RUU Perasuransian. Sebab, Indonesia harus siap menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk sektor keuangan yang akan dimulai pada 2020. “Jadi waktu yang ada ini harus benar-benar dimanfaatkan agar industri asuransi Indonesia kompetitif saat masuk MEA,” katanya.

       Masih di DPR, rencana pembatasan saham kepemilikan asing di perkebunan maksimal 30 persen batal masuk dalam revisi UU Perkebunan. Kementerian Pertanian dan DPR sepakat pembatasan saham asing itu akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP). \"Soal pembatasan saham asing di sektor perkebunan itu krusial. Poin itu agak sulit jika harus diselesaikan dalam jangka waktu beberapa hari ke depan,\" ujar Menteri Pertanian Suswono saat raker dengan Komisi IV kemarin (15/9).

       Menurut dia, pembahasan UU tersebut sudah menjadi komitmen dan harus dibahas pada sisa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II. Sebab, pembahasan tersebut merupakan tindak lanjut judicial review beberapa pasal dalam UU Perkebunan. \"Ada dua pasal kalau tidak salah yang dibatalkan. Karena itu harus ada revisi dalam undang-undang itu,\" terangnya.

       Dirjen Perkebunan Kementan Gamal Nasir mengatakan, pihaknya akan membahas soal besaran pembatasan kepemilikan asing di bidang perkebunan untuk dibuat dalam bentuk peraturan pemerintah .\"Lazimnya tidak ada angka nominal. Nanti kita liat pembatasannya bagaimana. Saya khawatir investasi asing tidak mau masuk ke hilir. Nanti kita atur karena ini menyangkut rakyat,\" kata dia.

       Semua jenis perkebunan nanti akan dimasukkan dalam PP tersebut, kecuali perkebuanan kelapa sawit. Alasannya, tidak etis selama ini negara mengundang asing untuk berinvestasi di perkebunan sawit dan petani rakyat menikmati hasilnya, namun tiba-tiba dibatasi. \"Kita juga perlu mengantisipasi kalau saja mereka (investor asing) tidak mau. Nanti industri dalam negeri tidak bisa berjalan. Ini memang kondisional dan belum dibahas kepada stake holder,\" tukasnya.

(owi/wir/oki)

Tags :
Kategori :

Terkait