JAKARTA - Pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhirnya sepakat untuk membolehkan transaksi hedging atau lindung nilai di korporasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Nantinya, hedging tidak lagi dipandang keuntungan atau kerugian bagi negara, namun biaya dan pendapatan perusahaan. Diharapkan, hedging bisa menjadi upaya untuk menjaga stabilitas rupiah di tengah turbulensi sektor eksternal yang cukup besar.
Ketua BPK Rizal Djalil mengatakan, pihaknya telah menyamakan persepsi hedging dengan pihak terkait, termasuk penegak hukum seperti Kejaksaan Agung (Kejagung), Mabes Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kata dia, apa yang ditakutkan selama ini oleh pengelola BUMN tentang dispute atau permasalahan kerugian negara telah jelas.
Meski demikian, dia tidak serta-merta mengatakan bahwa BUMN yang tidak hedging bakal dianggap merugikan negara. Pihaknya memilih untuk menunggu perusahaan pelat merah tersebut menaati regulasi yang bakal dituangkan pada peraturan menteri keuangan (PMK) maupun peraturan menteri BUMN. “Kalau ada BUMN tidak mau hedging padahal pedoman atau SOP (standard operating procedures) sudah ada, itu tanda tanya. Kalau memang ada kerugian negara, kami akan audit dulu,” kata Rizal setelah rapat koordinasi lanjutan tentang hedging di Gedung BPK, kemarin (17/9).
Dalam rapat tersebut juga datang perwakilan lembaga, seperti Kabareskrim Polri Komjen Pol Suhardi Alius, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Polri Brigjen Pol Kamil Razak, Wakil Direktur Tipikor Polri Kombespol Akhmad Wiyagus, serta JAM Pidsus Kejagung Widyo Pramono. Begitu juga perwakilan Kementerian BUMN dan Pertamina.
Di tempat sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan, hasil rakor berupa pedoman penyusunan SOP kegiatan hedging tersebut segera mungkin dikirim ke Presiden. Dalam pertemuan membahas hedging di Istana Negara, para perbankan juga akan diikutsertakan untuk memastikan kesiapan melakukan transaksi hedging dengan nasabahnya. “Kami upayakan sebelum Pemerintahan ini berakhir (SOP selesai),” tuturnya.
Chatib menerangkan, pedoman SOP ini tidak hanya mengatur soal hedge accounting, namun juga melingkupi strategi hedging, tahap pelaksanaan price, sistem akuntansi, marked to market, dokumentasi dan evaluasi. Sehingga, apabila ada kasus audit, maka perseroan mampu menunjukkan transparansi dan akuntabilitasnnya.
\"Sehingga kalau saat ini ada satu BUMN yang pada 2012 untung Rp 3 triliun, namun 2013 rugi Rp 29 triliun, sudah tidak boleh lagi menganggap itu karena risiko valas. Karena biaya valas harus dikelola dengan baik (dengan hedging),\" tambah Gubernur BI Agus Martowardojo.
(gal/agm)