Jokowi Harus Bisa Rangkul KMP

Senin 22-09-2014,00:00 WIB

JAKARTA - PDI Perjuangan maupun presiden terpilih Joko Widodo disarankan untuk bisa merangkul partai politik di Koalisi Merah Putih, yang punya kekuatan besar di parlemen. Kalau tidak dirangkul maka bisa saja nanti kejadian Governmen Shutdown seperti di Amerika Serikat terjadi di Indonesia.

“Sangat bisa (government shutdown) seperti di Amerika Serikat, hampir dapat dipastikan dapat terjadi. Misalnya, Koalisi Merah Putih tetap menyatu terus itu ancaman politik bagi Jokowi-JK di palemen,” kata pengamat politik Emrus Sihombing di sela-sela sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (21/9).

Ya, seperti diketahui pada Oktober 2013 Presiden AS Barack Obama memutuskan melakukan shutdown menyusul serangkaian perdebatan panjang dan manuver politik dari parlemen, Senat, dan Gedung Putih yang akhirnya gagal mencapai kata sepakat atas persoalan kebuntuan anggaran negara itu. Saat itu, Kongres Amerika gagal mencapai kata sepakat atas kelanjutan anggaran rutin pemerintah Obama. Shutdown ini merupakan yang pertama kalinya selama hampir dua dekade.

Masalah utama antara DPR di AS yang dikuasai Partai Republik dan Senat yang dikuasai Partai Demokrat (didukung Presiden Obama) adalah keinginan Republik untuk menunda penerapan Affordable Care Act yang disahkan tahun 2010.

Menurut Emrus, di Indonesia segala kebijakan pemerintah harus melalui persetujuan DPR. Sebab, sekarang DPR mempunyai kekuasaan yang luas. Berbeda dengan orde baru, DPR hanya dianggap sebagai “stempel”. “Kekuasaan DPR sekarang begitu luas di Undang-undang yang dibuat oleh DPR. Jadi, hampir dipastikan terjadi deadlock di antara mereka,” kata Emrus.

Karenanya, ia menyatakan, Jokowi maupun PDIP perlu untuk merangkul KMP. Namun, Emrus melihat dalam dinamika politik yang berkembang, beberapa partai politik yang tergabung di KMP dan Koalisi Indonesia Hebat diduga sudah saling melakukan pendekatan. Dia mencontohkan simbol non verbal terjadi ketika Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan menghadiri Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan, di Semarang, Jawa Tengah.

“Itu simbol non verbal. Kalau mereka menolak, tidak akan hadir (di Rakernas). Itu tidak sekedar memenuhi undang. Kalau kita membacanya sebagai lambang non verbal, membuka jalan untuk membuat dialog,” kata Emrus.

Dia pun mengatakan bahwa peluang parpol tersebut, termasuk Demokrat maupun Golkar untuk bergabung dengan Jokowi, begitu besar. Dicontohkan, komunikasi akan semakin mudah karena beberapa petinggi parpol punya kedekatan dan hubungan yang sudah terjalin lama. Misalnya, tokoh PPP Hamzah Haz punya hubungan politik yang bagus dengan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP.

Begitu juga di Demokrat, ada Ruhut Sitompul dan Hayono Isman. “PAN mungkin kita tidak amati secara langsung, tapi hubungi historis Hatta Rajasa (Ketum PAN) dan JK cukup bagus. Sebab, saat JK jadi Wakil Presiden, Hatta pernah menjadi menteri. Saya kira, peluang untuk berelasi ke sana ada,” kata Emrus lagi.

Apalagi, Emrus menegaskan, dalam politik dinamikanya sangat cair. Dia pun membenarkan pendapat Jokowi yang pernah menyatakan bahwa tidak ada koalisi permanen. “Itu benar 100 persen. Begini saja, suami istri saja bisa cerai, apalagi koalisi,” ungkapnya.

Emrus mengungkapkan kalau ada yang mengatakan koalisinya permanen, itu orang yang tidak mempelajari ilmu sosial, membaca buku-buku tentang teori kritis dan konstruktivis. “Tidak  ada fenomena sosial yang dikatakan permanen, itu membohongi rakyat. Koalisi itu cair dan berubah-ubah,” ungkap Emrus.

Di sisi lain, Emrus mengatakan beberapa tokoh KMP masih kukuh untuk mempertahankan sikap politiknya. Menurutnya, hal itu dilakukan supaya parpol-parpol atau tokoh-tokoh itu punya nilai jual kepada PDIP. “Dengan demikian PPP, Partai Golkar, PAN, Demokrat punya nilai jual atau bargaining,” pangkas Emrus.

(boy/jpnn)

Tags :
Kategori :

Terkait