Ekonomi GLobal Masih Rentan

Jumat 24-10-2014,00:00 WIB

Tiga Risiko Mengancam

JAKARTA - Awan kelabu masih menyelimuti perekonomian global. Proses recovery pasca krisis 2008 rupanya belum menunjukkan kinerja menggembirakan.

                Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati mengatakan, negara maju maupun berkembang (emerging countries) harus memberikan sinyal percaya diri dengan mengambil kebijakan yang diperlukan, terutama untuk perbaikan fundamental perekonomian. “Sebab, ekonomi global makin rentan dengan berbagai risiko besar yang dihadapi,” ujarnya melalui keterangan resmi kemarin (23/10).

                Saat menjadi pembicara di hadapan delegasi negara-negara anggota APEC di Beijing, Tiongkok, Sri Mulyani menyebut setidaknya ada tiga risiko besar yang menghadang perekonomian global. Pertama, merosotnya harga komoditas. Menurut dia, melemahnya ekonomi Eropa dan Tiongkok serta melimpahnya pasokan minyak membuat harga energi melemah. “Pelemahan harga komoditas ini berdampak pada negara-negara yang selama ini mengandalkan ekspor komoditas, salah satunya Indonesia,” katanya.

                Ke dua, ebola. Sri Mulyani mengatakan, penyebaran virus ebola di Afrika Barat sungguh mengejutkan. Apalagi, kasus ebola juga mulai terjadi secara sporadis di negara lain, termasuk Amerika Serikat. Kalkulasi Bank Dunia menyebut, kerugian ekonomi dari virus ini bisa mencapai USD 32,6 miliar hingga akhir 2015 mendatang.

 

Ke tiga, instabilitas politik. Menurut Sri Mulyani, rangkaian kerusuhan di kawasan Timur Tengah, lalu kini munculnya kelompok ISIS, serta krisis politik di Ukraina yang belum mereda. Khusus untuk Ukraina, kisruh politik bisa menghambat investasi dan aktifitas ekonomi. “Hal itu akan berimplikasi pada recovery ekonomi Eropa,” ucapnya.

 

Dengan berbagai risiko tersebut, Sri Mulyani mengatakan jika pertumbuhan ekonomi global tahun ini hanya akan mampu melaju di kisaran 2,6 persen, naik tipis dibanding periode 2013 yang sebesar 2,4 persen. “2014 akan menjadi tahun yang mengecewakan bagi perekonomian global,” ujarnya.

 

Menurut mantan menteri keuangan Indonesia itu, respons kebijakan di negara-negara maju pascakrisis 2008 dinilai belum cukup. Karena itu, tidak mengherankan jika banyak pihak yang skeptis dengan potensi pertumbuhan ekonomi ke depan, terutama di kawasan Eropa. “Untuk itu, kita mestinya tidak terkejut jika proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2015 akan direvisi turun,” katanya.

 

Ekonom CReco Research Institute Raden Pardede mengatakan, ketidakpastian prospek ekonomi global menjadi tantangan serius bagi Indonesia. Apalagi, saat ini ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada komoditas pertambangan dan perkebunan yang harganya sangat tergantung pada ekonomi global. “Tapi, ini sekaligus bisa menjadi momen bagi pemerintahan baru untuk mentransformasi struktur ekonomi ke arah manufaktur,” ujarnya.

(owi)

 

Tags :
Kategori :

Terkait