Diakui perempuan alumni universitas Colombia, Kanada itu hingga kini diskriminasi pada kaumnya masih sangat besar di Indonesia. terlebih bagi perempuan-perempuan di daerah Timur, termasuk tanah kelahirannya di Papua. Dituturkannya, perempuan-perempuan di sana masih banyak mengalami kekangan karena adat yang mengikat mereka.
Karenanya, sebagai penduduk asli sana, Yohana berniat merubah nasib para perempuan itu. Ia menekankan, perubahan tersebut bukan menjadikan perempuan lupa akan kodratnya. Namun, menjadikan perempuan bisa berdiri sejajar dengan pria untuk dapat memperoleh akses-akses pendidikan dan akses lain yang diberikan oleh pemerintah.
Selain itu, masalah kekerasan terhadap perempuan yang masih marak juga akan menjadi salah satu fokusnya. \"Saya rasa , akan dilakukan penajaman implementasi dari peraturan-perturan pemerintah tentang perempuan yang telah dibuat. Selama ini kan hanya dibuat saja, tapi pelaksanaannya sangat jauh dari target. Ini akan kita perbaiki,\" pungkas perempuan berkacamata itu.
Meski memiliki banyak pengalaman di luar negeri, Yohana mengaku tidak akan muluk-muluk memberikan program bagi kesejahteraan perempuan dan anak. Untuk masalah anak misalnya. Diakuinya ia belum memiliki gambaran jauh ke depan. saat ini, ia ingin fokus mengentasakan para pengamen anak yang banyak berkeliaran.
Seperti yang dituturkannya, pemandangan anak-anak yang bekerja sebagai pengamen baru ia jumpai di Jakarta. Kondisi ini cukup melukai hatinya. Sebab, jika dibandingkan dengan ketiga anaknya yang dapat mencicipi belajar hingga ke luar negeri, anak-anak jalanan ini jauh dari itu. \"kita usahakan jangan ada seperti itu. Mereka kan seharusnya di rumah, belajar. Nanti kita buat program belajar buat mereka,\" ungkapnya.
Sementara itu, banyaknya perempuan dalam kabinet Jokowi-JK diakuinya sebagai salah satu anugrah. Anugrah tersebut adalah untuk mempermudah kinerja tiap kementerian terkait. Sebab menurutnya, kedekatan antar kaum perempuan dalam sebuah organisasi akan mempermudah dan mempercepat mambangun komunikasi lintas sektor. \"Saya yakin kami akan jadi tim kerja yang kuat. Kami kemarin sudah sangat akrab, saya rasa akan lebih muda ke depannya,\" pungkasnya.
Sementara Khofifah menyebutkan, dipercayanya perempuan sebagai pimpinan kementerian merupakan pilihan tepat. \"Kehadiran perempuan dalam kabinet bisa membuat politik kita lebih soft (lembut), lebih adem,\" ujarnya kepada Jawa Pos saat ditemui usai sidang kabinet perdana di Kantor Presiden kemarin (27/10).
Politikus kelahiran Surabaya, 19 Mei 1965 ini tidak asal bicara. Menurut dia, fakta empiris di berbagai negara di dunia menunjukkan hadirnya para perempuan dalam jajaran eksekutif, bisa mendinginkan tensi politik. \"Itu sudah terbukti lho,\" kata alumni Fakuktas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga tersebut.
Karena itu, di tengah tensi politik yang sempat memanas akibat perseteruan dua kubu usai Pemilu lalu, Khofifah berharap agar para menteri perempuan di Kabinet Jokowi - JK, bisa membawa pesan damai di kalangan elit politik serta rakyat. \"Mudah-mudahan ini jadi pintu masuk upaya membangun politik yang lebih friendly (ramah), sehingga masyarakat pun bisa melihat kalau dunia politik itu tidak seram-seram amat,\" jelasnya.
Ketua Umum Muslimat Nahdhatul Ulama (NU)\" ini juga meyakinkan jika para srikandi yang dipercaya Jokowi untuk duduk di kabinet adalah sosok yang punya kompetensi dan kredibilitas. \"Jadi, bukan sekedar pemanis saja,\" ucapnya.
Khofifah sendiri punya kualifikasi yang mumpuni untuk duduk di kursi menteri sosial. Kapabilitasnya terlihat dari penguasaan berbagai hal yang menjadi program kerja menteri. \"Kalau untuk (bidang) sosial, tadi belum disinggung. Rapatnya masih makro sekali, misalnya bagaimana agar rantai perizinan dipersingkat, lalu perbaikan layanan publik,\" urainya.
Jiwa sosial Khofifah juga terasah melalui berbagai kegiatan yang dilakoninya. Misalnya, saat mendatangi daerah-daerah yang sempat tercabik konflik sosial, seperti Ambon, Sampang, Aceh, Ternate, Bitung, Sambas, dan lain-lain. Tak hanya itu,\" Khofifah juga terkenal rajin blusukan ke berbagai daerah tertinggal dan terpencil untuk mengajarkan program kecakapan hidup para warganya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (49 tahun) sendiri berjanji untuk membuat para nelayan tersenyum memiliki arti penting. Pasalnya sejak dulu Susi sering melihat nelayan hidup susah dan terbelit utang rentenir. Dengan pengolahan dan pemasaran yang baik, Susi yakin hasil tangkapan nelayan bisa menjadi sumber kekayaan.
Nelayan itu banyak yang pintar cari ikan tapi nggak bisa memasarkan. Banyak hasil tangkapan mereka yang terbuang percuma karena tidak laku, akibatnya kondisi ekonomi mereka pas-pasan. Itu yang harus dirubah. Intinya bagaimana meningkatkan nilai tambah hasil tangkapan nelayan itu,\" ujar Susi beberapa waktu lalu. Itu menjadi salah satu misinya dalam mengemban tugas sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.\"