JAKARTA – Upaya Pemerintah untuk menggunakan kartu jaminan sosial berbasis uang elektronik (e-money) diprediksi dapat meningkatkan less cash society secara signifikan. Bank Indonesia (BI) memprediksi, hingga akhir tahun, transaksi non tunai berkontribusi mencapai 1,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Direktur Eksekutif Departemen Pengawasan Sistem Pembayaran BI Rosmaya Hadi mengatakan, saat ini transaksi non tunai masih menyumbang 1,6 persen dari output ekonomi domestik. ”Karena gerakannya cepat sekali dengan kartu jaminan sosial ini, kami targetkan hingga akhir tahun konstribusinya 1,8 persen dari PDB. Tahun depan 2,5 persen terhadap PDB,” ungkapnya usai peluncuran Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), dan Kartu Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS), di Kantor Pusat PT Pos Indonesia, kemarin (3/11).
Merujuk data BI, hingga akhir September 2014, jumlah instrumen uang elektronik mencapai 33,69 juta unit. Sementara dalam penggunaannya, transaksi e-money sebesar 133,81 juta transaksi dengan nilai Rp 2,52 triliun. Implementasi e-money mengalami tren peningkatan setiap tahunnya. Transaksi e-money pun jauh lebih tinggi, dibandingkan 2011 yang hanya 41,06 juta transaksi, dengan nilai Rp 981,29 miliar. Jumlah instrument e-money pada tahun tersebut juga masih sebanyak 14,29 juta unit.
Menurut Rosmaya, untuk memperdalam penetrasi uang elektronik, pihaknya juga membuka kesempatan kepada bank-bank lain untuk ikut serta dalam penyaluran dana pemerintah. Saat ini, setidaknya Indonesia memiliki 18 bank yang sudah memiliki fasilitas uang elektronik. Sementara untuk uang elektronik yang disalurkan melalui agen layanan keuangan deigital (LKD), masih dibatasi kepada bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4, yakni yang memiliki modal inti lebih dari Rp 30 triliun. ”Kami akan sediakan sarananya. Kami akan lihat bank mana saja yang kira-kira sudah siap,” paparnya.
Sementara itu, Deputi Gubernur BI Ronald Waas mengatakan, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang diluncurkan pada 14 Agustus 2014 lalu sejatinya selaras dengan program jaminan sosial pemerintah dengan platform e-money. Sayangnya, uang elektronik yang ada saat ini masih belum berkaitan langsung dengan tabungan di bank. Padahal, keberhasilan program inklusi keuangan salah satunya diukur melalui tingkat kepemilikan rekening di masyarakat. ”Karena itu, LKD (layanan keuangan digital) akan diintegrasikan dengan branchless banking. Jadi, kami koordinasi terus dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ujarnya.
Di pihak lain, Direktur Utama PT Bank Mandiri (persero) Tbk Budi Gunadi Sadikin mengatakan, melalui program ini, pihaknya menargetkan bisa menaikkan jumlah rekening pihak ketiga. ”Optimistis dalam 10 tahun bisa 100 juta rekening. Kami saat ini 15 juta rekening,” ujarnya. Karena itu, Budi mengatakan, akan menggenjot jumlah agen LKD di daerah-daerah agar bisa melakukan penetrasi secara masif. ”Minimal dalam lima tahun kami terbitkan 300 ribu agen agar bisa melayani masyarakat khususnya di pelosok. Namun itu juga tidak mudah. Karena ini produk baru. Yang pasti kami siapkan jaringan dan logistik,” terangnya.
(gal)