JAKARTA - Gerakan menggunakan hak interpelasi terus bergulir di DPR. Empat di antara sepuluh fraksi sudah resmi akan bersama-sama mempertanyakan kebijakan Presiden Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Senin (17/11).
Empat fraksi itu adalah Partai Demokrat, PKS, Golkar, dan PAN. Selasa (18/11) PAN merupakan fraksi keempat yang menyatakan sikap resminya atas keputusan presiden ketujuh yang belum genap sebulan menjalankan roda pemerintahannya itu.
\"Fraksi PAN akan menggunakan hak konstitusionalnya di parlemen, meminta pemerintah mengevaluasi kembali kebijakan tersebut dengan menunda kenaikan harga BBM,\" kata Ketua Fraksi PAN Tjatur Sapto Edy dalam konferensi pers di gedung parlemen Selasa (18/11).
Dia melihat kebijakan tersebut tidak tepat karena diambil saat harga minyak dunia turun serta didasari lambatnya pertumbuhan ekonomi nasional dan daya beli masyarakat yang turun. Di sisi lain, program-program perlindungan sosial yang kurang jelas perencanaan dan desainnya dikhawatirkan menimbulkan persoalan baru di tengah masyarakat. \"PAN memberikan solusi untuk mengurangi subsidi BBM dengan lebih dahulu menerapkan pajak bea dan cukai pada moda transportasi mewah atau ber-cc tinggi,\" ujarnya.
Fraksi Partai Golongan Karya juga menyatakan akan menggalang dukungan untuk memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan kenaikan harga BBM yang dinilai ganjil. Ketua Fraksi Partai Golkar Ade Komaruddin menyatakan, kenaikan Rp 2.000 menunjukkan pemerintahan Jokowi tidak peka terhadap penderitaan rakyat. \"Joko Widodo sudah mengingkari janji-janjinya saat kampanye pemilihan presiden,\" kata Ade dalam keterangan pers di sela-sela Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) VII Partai Golkar di Hotel Melia Purosani, Jogjakarta, kemarin (18/11).
Ade menilai, kebijakan menaikkan harga BBM sulit dicari alasan dan logika. Dari sisi hitung-hitungan ekonomi, kecenderungan harga minyak dunia justru menurun dari USD 105 menjadi USD 73,5. \"Harga ini turun sekitar 30 persen dari target asumsi ICP (Indonesian crude price) di APBN 2015 sehingga momentum menaikkan harga BBM itu tidak tepat,\" ujarnya.
Mantan sekretaris Fraksi Partai Golkar itu menilai, pemerintah tidak mempunyai konsep dan perencanaan yang memadai dari dampak kenaikan harga BBM. Sektor mikro, misalnya transportasi umum, BBM nelayan, dan UKM, terkena dampak kenaikan tersebut. \"Ini kontradiktif. Negara tetangga kita Malaysia telah menurunkan harga jual BBM,\" ujarnya.
(fat/awa/JPNN/dyn/bay/c4/fat)