Kubu Ical Menolak Ajakan Rekonsiliasi
JAKARTA - Pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) ke-IX yang diselenggarakan kubu Aburizal Bakrie tinggal dua hari lagi. Belum ada tanda-tanda jika Munas yang digelar di Nusa Dua, Bali itu akan dibatalkan, atau sekadar ditunda. Kubu tim penyelamat Partai Golkar yang dipimpin Agung Laksono menilai, tidak ada jaminan bahwa pelaksanaan Munas yang dibuka pada 30 November itu bakal berjalan dengan aman dan kondusif.
Anggota tim penyelamat partai Priyo Budi Santoso menyatakan, pelaksanaan Munas pada 30 November nanti sebaiknya tidak dipaksakan untuk digelar. Ini karena, seluruh pendukung tim penyelamat partai dipastikan tidak akan hadir dalam Munas tersebut, dan akan tetap pada posisi menolak segala keputusan yang muncul didalamnya.
\"Kalau tetap 30 November, yang terjadi adalah Golkar pecah. Dipastikan tim penyelamat akan melaksanakan Munas yang sama. Tepatnya pada 15-18 Januari 2015,\" kata Priyo di kantor DPP Partai Golkar, kemarin (27/11). Priyo tidak sendiri, dirinya bersama ketua tim penyelamat partai Agung Laksono, bersama sejumlah anggota lain seperti Laurence Siburian dan Zainal Bintang.
Menurut Priyo, sampai saat ini tidak ada jaminan jika Munas Partai Golkar di Bali akan berlangsung lancar. Ini karena, belum ada satu lembar pun izin dari kepolisian untuk mengamankan gelaran Munas. Priyo khawatir, kalau Munas dipaksakan tanpa ada pengamanan itu, akan muncul persoalan. \"Saya tidak bisa memprediksi akan seperti apa, tapi akan pecah dan ricuh,\" ujarnya mengingatkan.
Selama ini, kata Priyo, kubu Aburizal selalu berlindung dengan menunjukkan bukti dukungan dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar tingkat provinsi. Menurut Priyo, dukungan DPD I itu belum apa-apa. Karena masih ada DPD kabupaten/kota yang memiliki jumlah hak suara lebih banyak dibandingkan provinsi.
\"Jumlah DPD I hanya 34, sementara DPD II (kabupaten/kota) ada sekitar 528 sampai 536 suara. Mereka adalah silent majority. Tapi ditekan dengan ancaman pemecatan,\" ujar Ketua DPP Partai Golkar bidang politik itu.
Di tempat yang sama, Agung mengingatkan bahwa pelaksanaan Munas pada 2015, merupakan salah satu rekomendasi Munas 2009 di Pekanbaru, Riau. Sementara, Munas yang dipaksakan digelar pada 30 November merupakan rekomendasi dari Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) ke VII di Jogjakarta, pekan lalu. \"Dilihat dari hierarkinya, Munas adalah keputusan tertinggi Partai Golkar, sementara Rapimnas berada di bawahnya,\" kata Agung.
Agung tidak tahu alasan politis mengapa Munas ke IX Partai Golkar harus dimajukan. Ketika Rapimnas memutuskan hal itu, DPP hanya memiliki waktu sekitar 11 hari saja untuk mempersiapkan Munas. \"Dari segi teknis, sulit menghadirkan Munas yang bermutu. Ini bisa menjadi Munas Luar Biasa. Kalau itu terjadi, maka Ketua Umum tidak boleh maju. Munas itu tidak sah,\" ujarnya.
Meski begitu, Agung mendengar jika mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla siap menjadi penengah kedua kubu, agar terjalin rekonsiliasi. Agung memberi apresiasi atas rintisan itu, dan menyatakan kesiapan untuk hadir jika nantinya dipanggil.
\"Kami berpandangan, harus ada Munas yang demokratis. Sekarang sedang dijajaki pembicaraan lebih lanjut. Bilamana perlu ada perwakilan pak ARB, lalu dari tim penyelamat,\" ujar Ketua Umum Kosgoro 1957 itu.
Dalam kesempatan itu, tiga perwakilan ormas pendiri Partai Golkar, Kosgoro, MKGR, dan Soksi juga mengimbau adanya rekonsiliasi di antara dua kubu. Pendiri Partai Golkar dan SOKSI, Suhardiman juga datang langsung ke DPP Partai Golkar, mendukung langkah penyelamatan.
Saat ditemui usai perayaan ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), JK menyatakan bahwa dirinya sudah memanggil Agung ke rumah dinasnya. Dalam pertemuan berdurasi satu jam itu, JK membicarakan kondisi partai Golkar saat ini bersama Agung. \"Pembicaraan biasa, bagaimana cara dan kondisi Golkar agar bersatu,\" ujarnya kepada wartawan.
Karena itulah, JK berinisiatif menawarkan rekonsiliasi untuk kedua kubu. Demi merealisasikan hal itu, JK bersedia untuk menjadi juru damai dan mempertemukan kedua kubu untuk membicarakan hal tersebut.
Sementara itu, terkait isu larangan pemerintah terhadap penyelenggaraan Munas bulan ini, JK menampik hal itu. Dia mengatakan, imbauan itu hanya bentuk kekawatiran pemerintah terhadap aksi-aksi di luar keinginan. \"Dua ratus orang ketemu saja berantem, bagaimana ratusan. Cari waktu yang cocok,\" ujarnya.