JAKARTA - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Marwan Jakfar meminta KPK mengawal proses pencairan program dana satu miliar per desa. Hal itu dilakukan karena Marwan khawatir program itu rawan penyelewengan.
Hal tersebut disampaikan Marwan setelah menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) di KPK, kemarin (27/11). \"Kami akan bekerja sama dengan KPK untuk mengawasi program pencairan yang akan dimulai tahun depan,\" ujar politisi PKB itu.
Marwan mengungkapkan, Kementerian yang dipimpinnya juga menyiapkan tim sebagai fasilitator pendampingan desa penerimanya. \"Termasuk bagaimana membuat laporan yang benar, transparan, dan akuntabel,\" jelasnya.
Penyaluran dana desa bakal dilakukan bertahap sesuai kemampuan APBN. Dana tersebut juga bukan seluruhnya dari APBN. Ada juga yang diambilkan dari dana yang ditransfer ke daerah.
Total dana desa yang akan disalurkan secara bertahap sekitar Rp 70 triliun. Namun, tahun depan baru sekitar Rp 9,2 triliun uang negara yang akan disalurkan ke sejumlah desa. Kurang lebih 73 ribu desa nantinya akan menerima dana tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Juru Bicara KPK Johan Budi menambahkan, pihaknya akan melakukan kajian terhadap pencairan dana desa tersebut. Salah satu yang dilakukan lembaga antirasuah itu ialah membuat kajian terkait kewenangan antara Kementerian Desa dan PDT dengan Kementerian Dalam Negeri. \"Sebab di Kemendagri ada juga kewenangan terkait dana desa,\" ujarnya. Menurut Johan, pengelolaan uang cukup besar itu perlu pengawasan agar tak terjadi penyimpangan.
\"Desa penerima juga perlu dibekali pengetahuan tentang penggunaan anggaran, itu juga akan masuk dalam kajian kami,\" ujar pria yang juga menjabat Deputi Pencegahan KPK itu.
Penerimaan dana desa sebenarnya telah diatur dalam UU Desa No 6 /2014. Namun sejumlah pihak tetap khawatir terjadi penyelewengan dalam pelaksanaannya. Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) juga menyatakan hal tersebut.
PPATK mengingatkan agar instansi terkait menyiapkan sistem pengelolaan keuangan yang baik untuk mencegah terjadinya korupsi. \"Tanpa adanya sistem pengelolaan keuangan yg memadai, maka perangkat desa akan rawan terjerat kasus korupsi,\" ujar Wakil Kepala PPATK Agus Santoso dalam perbincangan dengan Jawa Pos,
Sistem pengelolaan yang memadai itu mampu menghandle proses\"perencanaan, pencatatan, sampai audit.\"
Dalam pandangan Agus, salah satu upaya yang perlu dilakukan ialah menyiapkan tersedianya Pedoman Penyusunan Rencana Kegiatan, Proses Pencatatan/Akuntansi, dan E-Auditing. \"Pemerintah atau Inisiatif masyarakat bisa membantu penyusunan ketiga aplikasi sederhana ini,\" jelasnya. Empat program di atas disusun dengan menyerap aspirasi kebutuhan masing-masing desa.
Agus khawatir jika tidak ada upaya membangun sistem pengelolaan keuangan yang baik, hal itu akan menyeret aparat desa pada prilaku koruptif. \"Kami tidak ingin hanya karena ketidaktahuan mereka, lalu banyak perangkat desa yang terjerat kasus korupsi,\" ujarnya.
(gun)