Pilot Pesawat Air Asia QZ 8501 Dimata Keluarga
Kabar pesawat AirAsia QZ8501 yang hilang kontak sebelum mendarat di negara tujuan Singapura membuat keluarga Kapten Irianto, 57, pilot pesawat tersebut, khawatir. Sejak kemarin siang (28/12) keluarga, tetangga, dan sahabat datang ke kediamannya di kompleks Perumahan Pondok Jati, Sidoarjo.
RUMAH berlantai dua itu pun penuh dengan tamu.
Sang istri, RR Widiya Sukati Putri, belum siap berbaur dengan semua tamu. Dia memilih terus berada di kamar. Tubuhnya lemas. Bersandar di headboard tempat tidur, matanya lebih sering terlihat terpejam. Tangannya tak henti menggerakkan tasbih. Baru ketika dua telepon genggam di sampingnya bergantian berbunyi, dia membuka mata. \"Ya, terima kasih. Minta doanya saja.\" Begitu kata-kata yang sering dia ucapkan ketika menerima telepon tersebut.
Tangisnya seperti tak sempat berhenti. Baru terdiam, begitu ada saudara atau kerabat yang masuk kamar memberikan dukungan untuknya, ibu dua anak itu langsung menangis lagi. Widiya begitu shock. Ketika matanya terbuka, tatapannya kosong. \"Tadi pagi (kemarin pagi, Red) bapak terbangnya. Kemarin (Sabtu) dia di rumah, libur, nggak ada jadwal,\" ucap perempuan asal Madiun tersebut pelan.
Kedua anak Irianto, Angela Anggi Ranastianis, 22, dan Arya Galih Gegana, 7, siang itu tidak tampak di rumah. Mereka tengah berada di Jogjakarta, kediaman kakek dan neneknya. Keluarga Irianto pergi ke Jogja Senin lalu (22/12) karena adik pertama pilot yang pernah bekerja di Merpati Airlines dan Adam Air tersebut meninggal dunia.
Kala itu sulung tiga bersaudara tersebut menyetir sendiri mobil dari Sidoarjo ke Jogja. Irianto dan istrinya baru kembali ke rumah Rabu (24/12). Sedangkan Angela dan Galih memilih tetap tinggal di Jogja karena sedang liburan.
Namun, musibah itu membuat mereka harus kembali ke rumah untuk menemani sang ibu. Sayangnya, tak mudah mendapatkan seat penerbangan di momentum peak season seperti saat ini. Dari Jogja mereka harus terbang dulu ke Jakarta, kemudian baru lanjut ke Surabaya. Keduanya tiba di Bandara Juanda, Surabaya, pukul 17.43 kemarin.
Begitu tiba, Angela tidak kuasa menahan tangis. Air matanya berurai. Angela terus terisak selama dalam perjalanan ke rumah. Dia mengaku tidak memiliki firasat apa pun sebelum pesawat yang dibawa papanya hilang kontak. \"Hanya, perasaan saya ini ingin cepat pulang saja,\" ungkapnya.
Angela merasa seperti ada sesuatu yang membuatnya ingin segera kembali ke rumah. Namun, dia tidak bisa menuruti keinginan itu karena tiket untuk pulang sudah dipesankan Irianto. Rencananya, Angela dan Galih balik ke Sidoarjo besok (30/12).
Kali terakhir Angela berkomunikasi dengan Irianto Kamis lalu (25/12). Saat itu Irianto bertanya tentang kamar baru yang diinginkan Angela. \"Papa tanya kamarnya mau diapakan. Mau TV ukuran berapa, kan (kamar) baru direnovasi,\" ucap dia menirukan Irianto.
Angela tidak minta macam-macam. Dia pasrahkan penataan kamar tidurnya kepada sang papa tercinta. Dia hanya memesan televisi yang bisa dipasang di tembok. Dilengkapi speaker. Irianto pun meluluskan permintaan putrinya. Tempat tidur nyaman telah dipersiapkan untuk Angela. Termasuk televisi sesuai keinginannya. Bahkan, foto-foto Irianto saat sibuk menata kamar dikirim ke Angela. Itulah kenangan manis yang masih disimpan Angela. \"Saya dikabarin mama kalau pesawat papa hilang kontak,\" ucapnya sambil terus menangis.
Sementara itu, Galih belum begitu paham akan peristiwa yang tengah menimpa papanya. Saat sampai di rumah dan mendapati tenda terpasang di depan, dia hanya berkomentar, \"Kok dipasang ginian, buat apa?\" Bahkan, saat Angela bertemu mamanya di kamar dan mereka berdua histeris menangis, Galih memilih keluar.
Si adik itu tidak mau berada di kamar dengan alasan berisik. Saat saudaranya mencarinya untuk dipertemukan dengan sang mama, dia juga sedikit enggan. \"Berisik, ada yang nangis-nangisan,\" ucap Galih. Baru setelah diberi tahu tidak ada lagi yang menangis, dia mau masuk kamar.