Presiden Dibikin Repot Rizal Ramli

Kamis 20-08-2015,00:00 WIB

       Menurut JK, namanya kebutuhan, listrik sebesar 50 ribu MW pun pasti akan dibuat. Listrik merupakan prasarana, karena itu, sebelum membangun infrastruktur, prasarana itu harus ada. ‘‘Sebelum industri bangun, listriknya harus ada, harus dilebihkan, jangan pas-pasan, semua negara begitu,’‘ ujarnya.

                Terkait kritikan Rizal terhadap pembelian Airbus, saat itu, JK juga angkat bicara. Menurut dia, hal tersebut juga tidak dipahami oleh Rizal. Ini karena, kesepakatan yang dibuat baru sebatas penandatangan letter of intent. ‘‘Itu artinya saya berminat, bukan kesepakatan jual beli. Itu sudah ditegur sama Presiden,’‘ kata JK.

                Menurut JK, karena baru sebatas letter of intent, tidak ada kewajiban mutlak untuk merealisasikan pembelian itu. Garuda Indonesia dalam hal ini juga akan mempertimbangkan situasi ke depan atas kesepakatan itu, apakah akan membeli atau tidak. ‘‘Sesuai keadaan, ya namanya minat,’‘ ujarnya.

       Pernyataan itulah yang kemudian direspon oleh Rizal Ramli, dengan mengajak JK berdebat secara terbuka di depan umum. ‘‘Kalau mau paham, minta Pak Jusuf Kalla ketemu saya, kita diskusi di depan umum,’‘ tantang Rizal.

                Keprihatinan Presiden Jokowi juga sempat tergambar sebelum rapat dilaksanakan. Usai membuka Energi Baru dan Terbarukan Conference Expo (EBT Conex) di Jakarta Convention Centre (JCC), pada kemarin pagi, Presiden Jokowi juga sempat menanggapi konfrontasi yang dibuka oleh Rizal Ramli. Presiden menyebut targetnya memang ambisius, tetapi kebutuhannya memang seperti itu. Jadi, proyek tersebut akan dijalankan sesuai rencana.

          ’’Kalau ada masalah di lapangan, itu yang dicarikan solusi sehingga investor betul-betul bisa menjalankan investasinya. Tapi, itu tugasnya menteri, menko untuk mencarikan solusi, mencari jalan keluar, setiap masalah yang dihadapi oleh investor,’’ ungkapnya. Jokowi lantas menyindir balik, kalau ingin gampang targetkan saja 5 ribu MW.

       Tapi, Jokowi menegaskan tidak mau karena kebutuhan listrik Indonesia sangat besar. Dia tidak akan merevisi karena setiap turun ke daerah, yang selalu dikeluhkan masyarakat adalah soal byar pet listrik. ’’Nggak, nggak (revisi, Red). Itu memang kebutuhan. Makanya saya dorong terus supaya selesai,’’ tuturnya.

       Dia lantas mencontohkan soal pembebesan lahan untuk PLTU Batang yang masih alot. Jokowi menyebut dirinya sampai turun tangan sendiri, begitu juga dengan Wapres Jusuf Kalla. Kalau ada masalah terkait proyek itu, dia berharap para menteri bisa membantu. ’’Yang bisa dibantu, ya bantu. Yang bisa dicarikan solusi, ya carikan. Itu tugasnya menteri disitu,’’ tegasnya.

       Soal tantangan Rizal untuk mengajak Wapres JK debat terbuka, Jokowi enggan menanggapi. Alasannya, dia tidak suka memainkan isu tersebut dan memilih untuk bekerja. ’’Kalau urusan yang seperti itu, saya nggak akan jawab. Urusan saya urusan bekerja, menyelesaikan masalah,’’ tuturnya.

          Mengetahui Presiden Jokowi meminta agar Rizal Ramli menjalankan tugasnya dengan baik, Menteri ESDM Sudirman Said tidak mau polemik itu diteruskan. Usai press conference EBT Conex dia enggan di doorstop. Alasannya, tahu bakal dikonfrontir soal Rizal Ramli.

          ’’Tidak baik mengadu antar menteri,’’ terangnya. Namun, sebelumnya dia sempat berkomentar kalau kritikan Rizal tidaklah tepat. Sebab, berbagai persiapan sudah dilakukan pemerintah untuk merealisasikan proyek 35 ribu MW. Apalagi, di akhir tahun ini ada 7 ribu MW sisa proyek lama yang siap diresmikan.

          Atas dasar itu, mantan Dirut Pindad tersebut tidak memiliki keraguan atas suksesnya pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW. Target semuanya terbangun pada 2019 juga disebutnya belum bisa dikatakan gagal. ’’Secara persiapan kami optimistis. Cuma, tantangannya ada di proyek manajemen, juga soal tanah dan perizinan,’’ terangnya.

          Berbagai terobosan sudah dilakukan agar proyek itu lebih cepat terealisasi. Seperti mempermudah proses jual beli listrik, sampai dibolehkannya penujukan langsung dengan syarat-syarat tertentu. ’’Tantangannya memang banyak. Tapi, harus optimistis,’’ tegasnya.

       Sementara Rini Soemarno, jelas-jelas menunjukkan sikap tidak bersahabat atas ulah Rizal Ramli itu. Secara tegas, dia meminta agar Rizal tidak mengurusi apa yang bukan kewenangannya. Yaitu, di luar bidang kemaritiman. ’’BUMN itu (Garuda Indonesia, Red) jelas di bawah Kemenko Perekonomian,’’ katanya.

          Dia lantas menyebut kalau Garuda sedang melakukan pengembangan. Jadi, pembelian pesawat baru sudah dipikirkan dengan baik. Apalagi, maskapai pelat merah itu punya rencana untuk lebih banyak menjangkau 10 titik penerbangan di Tiongkok. ’’Izin terbang ke 10 kota di Tiongkok sudah didapat,’’ tambahnya.

          Rini menambahkan, cara itu diyakini bisa meningkatkan kunjungan turis Tiongkok ke Indonesia. Selain itu, pesawat tambahan juga diperlukan untuk melayani penerbangan langsung umroh. Jadi, ada alasan kuat kenapa Kementerian BUMN tetap berada di belakang Garuda untuk memperbanyak pesawat dan penambahan rute.

Tags :
Kategori :

Terkait