\"Keterangan yang kami minta seputar pembangunan kompleks perkantoran itu, diantaranya siapa yang berinisiatif mengusulkan pembangunan, status tanah apakah sudah clean and clear (dibebaskan), dan hal-hal seputar itu,\" katanya, Rabu (19/8).
Selain Sekda, penyidik Kejati juga telah meminta keterangan dari Kepala Badan Pertanyaan Nasional Provinsi Jambi. \"Kami juga telah meminta keterangan dari Kepala BPN, terkait status tanah,\" lanjutnya.
Sementara untuk keterangan dari Kepala Bappeda dan Kadis PU Kabupaten Kerinci, belum bisa diketahui penyidik. Pasalnya, keduanya yang seharusnya datang hari ini (kemarin,red), belum memberikan klarifikasi kehadirannya. \"Dari keduanya penyidik akan meminta keterangan terkait historis pembangunan kompleks perkantoran ini. Karena itu yang akan dijadikan dasar untuk melakukan pemanggilan pejabat-pejabat lama (pejabat tahun terkait,red),\" ujarnya.
Pada kasus ini, pihak Kejati menemukan adanya ketidak beresan dalam proses pembebasan lahan, yang ternyata pembebasan lahan tidak pernah ada. Meskipun panitia sembilan, yang bertugas mengurus pembebasan sudah dibentuk, namun secara teknis panitia sembilan tidak melakukan pekerjaan sama sekali.
Seperti diketahui, pihak Kejati Jambi menaikkan tahap penyelidikan ke tahap penyidikan pada Kegiatan pembangunan kompleks perkantoran Kabupaten Kerinci tahun 2010-2014, yang berlokasi di Bukit Tengah, Kecamatan Siulak. Indikasi yang ditemukan penyidik Kejati, pada proyek yang bersumber dari APBD selama kurun waktu 2010-2014 ini, dengan total anggaran sebesar Rp 57 Milliar, ada tindakan melawan hukum dan kerugian negara, yakni berupa pembangunan kompleks perkantoran dibangun diatas lahan yang belum ada alas hukumnya, alias masih milik masyarakat dan belum dibebaskan.
Sehingga kompleks perkantoran yang didalamnya terdapat bangunan kantor Bupati dan SKPD, berjumlah sekitar 12-13 bangunan ini tidak bisa dimasukkan ke dalam aset pemerintah. Dan sejauh ini belum bisa digunakan sesuai fungsinya.
(hfz)