Ke Buluh Kecil, ’’Pulau Paruh Tahun’’ di Kepulauan Karimata
Tiap enam bulan sekali, warga Pulau Buluh Kecil bermigrasi ke Pulau Karimata agar tetap bisa mencari ikan. Rumah pun dibiarkan kosong. Hanya perabot penting yang dibawa.
IDIL AQSA AKBARY, Kepulauan Karimata
KAIL dan jala memang menjadi gantungan nafkah. Tapi, hidup di Pulau Buluh Kecil jelas tak segampang seperti yang digambarkan Koes Plus dalam Kolam Susu.
Ikan dan udang tidak lagi datang menghampiri. Haris, tetua di salah satu pulau di Kepulauan Karimata, Kalimantan Barat, itu bahkan mengeluh karena ikan semakin sulit dicari.
Haris mengaku tidak selalu dapat untung saat melaut, malah kadang merugi. Sebab, kondisi laut sudah berubah. ‘’Apalagi biaya operasional terus meningkat,’’kata Haris kepada Pontianak Post (Jawa Pos Group) yang berkunjung ke sana Rabu pekan lalu (22/10).
Memang, seturut Kolam Susu, lagu legendaris yang isinya merupakan metafora kekayaan Nusantara, tiada badai, tiada tofan yang ditemui. Tapi, toh penduduk Buluh Kecil tetap harus menyesuaikan hidup mereka dengan arah angin laut.
Jadilah pulau kecil di tengah hamparan Laut China Selatan itu Pulau Paruh Tahun. Sebab, sebanyak 19 kepala keluarga penghuninya rutin melakukan migrasi lokal sekitar enam bulan sekali.
Tujuannya tentu agar penghidupan mereka sebagai nelayan tak sampai terputus. Mereka berpindah tempat mencari kawasan perairan yang memudahkan untuk berburu ikan.
Saat musim angin selatan atau musim teduh yang biasanya berlangsung mulai Maret sampai Agustus, mereka berdiam di Pulau Buluh Kecil. Pulau itu secara administratif masuk kawasan Dusun Betok, Desa Betok Jaya, Kecamatan Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara.
Tapi, begitu musim angin barat tiba, antara September hingga Februari, mereka pindah ke Pulau Karimata yang berjarak sekitar 30 menit dengan menggunakan perahu motor. Persisnya ke Dusun Tanjung Eru, Desa Padang, di kecamatan dan kabupaten yang sama.
‘’Jika kami pindah, rumah yang di sini kami tinggalkan dalam keadaan kosong. Pernah saat kembali lagi, barang-barang kami banyak yang hilang,’’ujar Haris.
Kendati Indonesia adalah negara kepulauan dengan belasan ribu pulau, migrasi lokal seperti yang dilakukan warga Buluh Kecil tersebut tergolong tak lazim. Suku Bajo, misalnya, memang dikenal nomaden.
Tapi, migrasi mereka umumnya berlangsung antarpulau yang berjauhan. Bahkan tak jarang di dua negara berbeda. Juga, tidak dilakukan dalam pola waktu yang rutin.