JAKARTA - Kemarin (3/11) lima pencipta lagu melaporkan tiga perusahaan karaoke ke Bareskrim. Tiga perusahaan tersebut diduga belum membayarkan royalti sepenuhnya. Yakni, royalty penggandaan atau mechanical right. Royalti yang tidak dibayarkan sepenuhnya itu berlangsung selama sepuluh tahun.
Lima pencipta lagu itu adalah, Papa T Bob alias Erwanda Lukas, Wahyu H. L., Youngki R.M., Rudy Loho, dan Ryan Kyoto. Mereka melaporkan tidak perusahaan, yakni PT IV KTV, PT IHP dan PT NJM. Ketiganya memiliki outlet karaoke yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ditemui di kantor Bareskrim Kuasa Hukum Papa T Bob, Hulman Panjaitan menjelaskan, perlu diketahui sesuai undang-undang nomor 28/2014 tentang hak cipta disebutkan ada dua hak ekonomi atau royalti dalam hak cipta, yakni penyiaran atau pengumuman, serta penggandaan atau mechanical right. ‘’Untuk royalty penyiaran telah dipenuhi,’’paparnya.
Royalti penyiaran itu telah dibayarkan melalui lembaga manajemen kolektif (MLK). Sayangnya, MLK ini hanya mengatur pembayaran royalti untuk bidang penyiaran. ‘’Tapi, sama sekali tidak mengatur soal royalty penggandaan dari karya yang telah dibuat tersebut,’’tuturnya kemarin (3/11).
Dia menuturkan, perusahaan karaoke dalam operasionalnya, tidak hanya memperdengarkan atau menyiarkan lagu ciptaan seseorang. Namun, juga menggandakan lagu untuk bisa meningkatkan jumlah keuntungan. Biasanya, lagu itu digandakan dan masuk ke dalam server, sehingga setiap ruang karaoke bisa memperdengarkan lagu tersebut. ‘’Penggandaan ini yang tiga perusahaan itu tidak memiliki izin,’’ujarnya.
Sementara Papa T Bob menuturkan, sebenarnya dirinya telah berupaya untuk membicarakan masalah tersebut dengan tiga perusahaan yang dituju. Harapannya, biar bisa dilakukan mediasi untuk mencapai sebuah kesepakatan. ‘’Namun, sama sekali tidak ada tanggapan dan bahkan ditolak, karena telah merasa membayar royalti untuk memperdengarkan,’’tuturnya.
Akhirnya, somasi juga dilayangkan pada tiga perusahaan tersebut. Namun sekali lagi, tiga perusahaan itu tidak memberikan respond dan tidak ingin memahami bahwa ada hak yang dilanggar dalam menjalankan bisnisnya. ‘’Pelanggaran hak cipta ini sudah berlangsung bertahun-tahun, bahkan bisa sampai sepuluh tahun,’’paparnya.
Dia menuturkan, setidaknya ada Sembilan lagu yang tidak dibayarkan royalty penggandaannya selama bertahun-tahun. Karena itu, bila dihitung secara materil kerugian yang ditanggung sekitar Rp 5 miliar. ‘’Dengan laporan ini kami berharap banyak, apalagi Kabareskrim Komjen Anang Iskandar pernah meyakinkan bahwa akan melindungi hak cipta,’’tuturnya.
Sebelumnya, Komjen Anang Iskandar menyebutkan bahwa untuk pelanggaran hak cipta merupakan delik aduan. Karena itu Bareskrim baru bisa bergerak bila menerima laporan dari setiap orang yang merasa dirugikan. ‘’Kalau ada laporannya, tentu kami tindak,’’ tegas mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) tersebut.
(idr)