SURABAYA - Para pengusaha yang tergabung dalam Perkumpulan Masyarakat dan Pengusaha Indonesia Tionghoa (Permit) berupaya menangkap peluang dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Yakni, membidik negara-negara di Asia Tenggara sebagai pasar yang menarik bagi pengusaha asal Jawa Timur.
Ketua Dewan Pengurus Permit DPD Jatim Joshie K. Halim menuturkan, pengusaha harus menyiapkan diri dalam menyambut MEA. Bagaimanapun, MEA menjadi peluang yang menarik bagi pengusaha dalam negeri. \'Sekarang arahnya perdagangan ke luar negeri, terutama ke negara-negara di ASEAN. Bagaimana memanfaatkan MEA dengan sebaik-baiknya,\' ujarnya di sela Fellowship Dinner Talk Show kemarin (9/11).
Menurut dia, potensi pemasaran produk sumber daya alam Indonesia masih terbuka. Contohnya, produk turunan dari kayu seperti pulp dan kertas, mebel, serta komoditas lain seperti makanan minuman (mamin). Potensi itu didukung ketersediaan bahan baku seperti kayu. Meski secara geografis sama, komoditas sumber daya alam Indonesia berbeda dengan negara ASEAN lainnya. \'Kayu di Thailand didominasi karet. Padahal, kayu karet mudah terserang rayap. Nah, Thailand bisa menjadi pasar potensial bagi produk mebel Indonesia,\' ungkap dia.
Jenis kayu di Indonesia relatif beragam. Mulai sengon, mahoni, hingga jati. Sekarang kayu yang paling banyak dicari adalah mahoni. Sayangnya, belum banyak tanaman kayu mahoni. Karena itu, diperbanyak kerja sama penanaman kayu mahoni yang merupakan kayu pertukangan. Kemudian, produk yang layak dikembangkan adalah makanan dan minuman. Misalnya, ekstrak dari rempah maupun bahan baku lain untuk kebutuhan makanan dan kosmetik.
Selain produk, tenaga kerja Indonesia memiliki keahlian yang tidak kalah. Terutama tenaga kerja di sektor konstruksi. Bahkan memungkinkan untuk mengirim tenaga kerja ke berbagai negara di ASEAN yang memang kebutuhannya cukup tinggi. \'Misalnya, Myanmar dan Kamboja yang jumlah tenaga konstruksi di sana masih minim. Hanya, untuk itu harus didukung sertifikasi. Kalau pekerja memiliki sertifikat, selain keahliannya diakui, gaji yang diperoleh lumayan tinggi,\' jelas Joshie.
Ekonom Universitas Surabaya (Ubaya) Wibisono Hardjopranoto di hadapan ratusan pengusaha menjelaskan, secara profil, tidak ada keseimbangan antara negara ASEAN satu dan lainnya. Negara ASEAN yang kemampuan ekonominya tinggi adalah Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Kamboja, Brunei Darussalam, dan Laos berada di bawahnya.
\'Kalau ingin memanfaatkan negara kecil, Indonesia bisa, tapi harus mencari ceruk pasar. Jadi, harus diperhatikan kembali bahwa MEA sebagai peluang atau ancaman bergantung persepsi setiap orang. Yang jelas, dari sisi positif, MEA bisa menjadi peluang. Jadi, tidak hanya dilihat Desember 2015, tapi MEA menjadi start untuk jangka panjang,\' tandasnya.
(res/c14/oki)