JAKARTA – Aturan tidak boleh ada pembelajaran pra keaksaraan baca, tulis, dan hitung (calistung) di pendidikan anak usia dini (PAUD) sudah ada sejak era Mendikbud Mohammad Nuh. Namun pada prakteknya di lapangan, aturan itu dilanggar. Kemendikbud sekarang mengeluarkan surat edaran kepada seluruh PAUD supaya mentaati aturan itu.
Surat edaran itu dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD-Dikmas) Kemendikbud Harris Iskandar. Di dalam surat yang ditujukan kepada bupati/walikota, kepada dinas pendidikan, sampai pengelola PAUD di seluruh Indonesia ini, berisi sembilan poin yang harus dijalankan.
’’Salah satu poinnya adalah tidak diperkenankannya mengajar membaca, menulis aksara dan angka di luar kemampuan anak didik,’’ kata Harris di Jakarta kemarin. Di dalam satu rombongan belajar (rombel) PAUD, tentu kemampuan anak didi berbeda, beda. Sehingga tidak tepat jika pendidik PAUD memaksanakan belajar calistung. Harris mengatakan jenjang PAUD ini meliputi taman kanak-kanak (TK), kelompok bermain (KB/Playgroup), dan pendidikan pra sekolah sejenisnya.
Harris tidak bisa menampik bahwa di TK-TK saat ini terdapat pelanggaran peraturan, yakni masih nekat mengajarkan calistung. ’’Saudara-saudara saya itu banyak yang guru PAUD,’’ tandasnya. Jadi fakta bahwa PAUD banyak yang memaksakan pembelajaran calistung tidak bisa dielakkan lagi.
Menurut mantan Direktur Pembinaan SMA Kemendikbud itu mengatakan, banyak sekali faktor yang membuat banyak TK yang nekat melanggar aturan dengan mengajarkan calistung. Diantaranya adalah faktor ikut-ikutan. Harris mengakui bahwa banyak PAUD di desa-desa yang ikut-ikutan gaya pengajaran PAUD yang ada di perkotaan.
’’Celakanya gaya pembelajaran PAUD di perkotaan yang ditiru itu salah,’’ jelasnya. Faktor berikutnya adalah adanya dorongan dari para orangtua. Menurut Harris banyak orangtua masa kini yang malu ketika anak-anak sudah masuk TK tetapi belum bisa calistung. Mereka tambah malu ketika ada anak-anak tetangga sepantaran yang sudah lancar membaca.
Faktor berikutnya yang menjadi pemicu kuat kesalahan pembelajaran di PAUD adalah, sistem penerimaan siswa baru di SD sederajat. ’’Tanpa mau repot, pengelola SD membuat tes calistung untuk penerimaan. Ini tidak boleh,’’ kata dia.
Harris sudah berkoordinasi dengan jajaran Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud yang mengurusi SD. Inti dari koordinasi itu adalah upaya penegakan disiplin dalam penerimaan siswa baru di SD. Sehingga tidak ada lagi SD yang melakukan seleksi masuk dengan tes calistung. Untuk mengkampanyekan seruan ini, Harris menerbitkan poster yang menarik bagi seluruh PAUD.
Selain urusan larangan calistung, di dalam surat edarannya Harris juga mengajurkan penggunaan bahasa ibu dalam pembelajaran. Tujuannya supaya memudahkan komunikasi serta interaksi antara peserta didik dengan pendidiknya. ’’Penggunaan bahasa asing harus mempertimbangkan perkembangan anak serta harus tetap menumbuhkan rasa cinta bangsa,’’ jelas dia.
Pelopor pendidikan holistik Ratna Megawangi menuturkan semangat utama dalam pembelajaran di PAUD adalah menumbuhkan rasa percaya diri kepada anak. ’’Anak tidak boleh dimarahi supaya tumbuh kepercayaan dirinya,’’ katanya. Istri Kepala Bappenas Sofyan Djalil itu mengatakan, tantangan di PAUD saat ini adalah bagaimana mencetak pendidik yang berkualitas.
Dia mengatakan dengan adanya kucuran dana bantuan operasian PAUD sebesar Rp 12 juta per tahun, diharapkan digunakan untuk peningkatan kualitas guru di PAUD. Baik itu melalui seminar, pelatihan, maupun workshop.
Penasihat Forum PAUD Fasli Jalal menuturkan pembenahan pembelajaran di PAUD harus dikawal oleh semua pihak. Dia mengatakan dalam forum yang diantaranya diikuti pengelola PAUD itu, harus diambil komitmen bersama. ’’Jika Kemendikbud sudah menggariskan untuk menghindari pembelajaran calistung, semuanya harus komitmen,’’ kata mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional itu.
(wan)