Tinggal Normalkan Stok Solar

Kamis 07-01-2016,00:00 WIB

Lembong menyatakan, akhir Januari ini di sejumlah daerah akan panen raya beberapa komoditas seperti cabai dan bawang. Dia yakin pemerintah bisa menjaga inflasi tetap rendah tahun ini. ’’Saya yakin rezim kebijakan kita sudah kondusif untuk memerangi inflasi. Buktinya, inflasi tahun lalu 3,3 persen,’’ tuturnya.

 

Meski demikian, tahun ini Indonesia masih dihadapkan pada sejumlah persoalan yang mengganggu stabilitas pasokan dan harga komoditas pangan. Salah satunya gangguan iklim El Nino. ’’Itu bisa sangat mengganggu pasokan barang primer seperti beras yang kebetulan secara regional stoknya lagi tipis,’’ katanya.

Lembong menilai dampak El Nino tidak akan berpengaruh terhadap semua barang kebutuhan pokok. Sebab, berdasar laporan, sejumlah sentra produksi menyatakan masih bisa bertahan di tengah kondisi alam yang ekstrem.

’’Mungkin tidak semua terkena dampak El Nino, bergantung komoditasnya. Ayam, telur, dan cabai saya yakin dalam waktu dekat harganya mereda,’’ paparnya.

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Srie Agustina menuturkan, pengiriman sapi hidup dari Nusa Tenggara Timur (NTT) belum mampu menurunkan harga daging sapi di pasaran. ’’Kenapa harga daging sapi masih tinggi? Sebab, kita masih melakukan pengangkutan sapi dalam bentuk hidup. Ini yang membuat biaya pengiriman dari NTT masih cukup tinggi,’’ jelasnya.

Dia memberikan saran supaya pengiriman sapi dari NTT sudah dalam bentuk potongan beku atau karkas. Jika bisa diangkut dalam bentuk daging, volumenya akan lebih besar dan biaya pengirimannya menjadi lebih murah. ’’Tapi, tentu itu memerlukan investasi yang besar karena harus menyediakan ruangan pendingin yang sangat besar supaya tahan lama,’’ jelasnya.

                Sementara itu, Organisasi Angkutan Darat (Organda) sedang berhitung soal penyesuaian tarif angkutan darat pasca penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kendati belum final, Ketua Umum DPP Organda Andre Djokosoetono sudah memastikan tidak ada penurunan tarif untuk angkutan dengan bahan bakar premium, baik angkutan penumpang maupun barang.

Andre berdalih, penurunan harga premium kali ini kecil. Hanya Rp 350 per liter. Sehingga, tidak mumpuni untuk menutupi kenaikan biaya komponen lainnya. Misalnya, biaya upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum regional (UMP), biaya perawatan dan biaya kompenen lain. Angkutan darat pengguna premium misalnya, taksi dan mikrolet/angkot.

”Masih banyak komponen lainnya ini yang biayanya makin tinggi. Penurunan premium tidak cukup untuk cover ini,” ungkapnya pada Koran ini, kemarin (6/1).

Berbeda dengan angkutan dengan bahan bakar solar. Menurutnya, penurunan tarif angkutan darat dengan bahan bakar solar masih ada harapan. Sebab, penurunan harga solar cukup signifikan. Yakni Rp 1050 per liter.

Meski belum final, penurunan tarif diperkirakan dapat mencapai 5 persen dari tarif sebelumnya. ”Ini masih dalam pembahasan. Tapi paling maksimum paling hanya 5 persen.

Kenaikan BBM ini selalu diikuti kenaikan tarif angkutan darat. Tapi sayangnya, saat BBM turun, tarif angkutan seringkali tak lagi menyesuaikan. Kondisi ini pun diamini oleh Direktur PT Blue Bird Tbk itu. Dia menjelaskan, kanaikan BBM selalu menyeret semua komponen penentu tarif angkutan ikut naik. Tapi, saat turun, komponen ini tidak ikut terkerek turun. ”Kalau UMR 2016 contohnya, apakah bisa turun?” ujarnya.

 

Sebetulnya, kata dia, tingginya biaya angkutan paling banyak karena faktor inefisiensi. Seperti kemacetan panjang yang kerap terjadi.

Ketua Organda DKI Sahfruhan Sinungan pun mengamini soal penyesuaian tarif ini. Dia menjelaskan, komponen premium hanya berpengaru 17 persen terhadap penentuan tarif. Sementara, solar bisa sampai 30 persen. ”Tarif angkutan dengan menggunakan solar pun sangat kecil (turunya). Tapi ini pasti akan cukup berpengaruh untuk logistiya,” ujarnya.

Tags :
Kategori :

Terkait