JAKARTA – Kabar yang ditunggu-tunggu itu akhirnya datang juga. 10 WNI yang menjadi sandera kelompok militan pimpinan Abu Sayyaf kemarin (1/5) bebas. Mereka disekap selama 37 hari sejak 26 Maret lalu, setelah kapal Brahma 12 dan Anand 12yang yang mereka bawa dibajak di Laut Sulawesi. Jelang tengah malam tadi, mereka tiba di lanud Halim Perdanakusuma.
Bebasnya ke-10 WNI tersebut diapresiasi Presiden Joko Widodo. Kemarin sore, Presiden langsung menggelar konferensi pers terkait dengan pemulangan para sandera. Dengan bebasnya 10 sandera, kini tinggal empat orang lgi yang masih harus dibebaskan.
’’Alhamdulilah, akhirnya 10 ABK WNI yang disandera oleh kelompok bersenjata sejak 26 maret lalu saat ini telah dapat dibebaskan,’’ ujar Presiden. Mereka dipulangkan melalui jalur Zamboanga di Pulau Mindanao dan mendarat di Halim.
Presiden memastikan ke-10 WNI tersbeut pulang dalam keadaan baik. Menurut Jokowi, banyak pihak yang terlibat dalam kerja sama pembebasan WNI tersebut. ’’Dan saat ini kita masih terus bekerja keras untuk pembebasan empat ABK WNI yang lainnya,’’ lanjutnya.
Di luar itu, Presiden mengatakan perlu perhatian lebih di kawasan perairan perbatasan. Karena itu, rencana pertemuan tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina pada 5 Mei mendatang di Jakarta tetap akan dilanjutkan. Pertemuan itu akan melibatkan menlu dan panglima militer ketiga negara.
Menlu Retno Marsudi menjelaskan, pembebasan itu merupakan buah dari diplomasi total. ’’Tidak hanya terfokus pada diplomasi government to government, tapi juga melibatkan jaringan-jaringan informal yang sejak awal semua komunikasi dan jaringan kita buka,’’ tuturnya. Semua opsi dibuka demi mengupayakan keselamatan para sandera.
Meskipun demikian, retno enggan menjelaskan lebih rinci opsi apa saja uyang digunakan. Sebab, muncul kabar bahwa bebasnya ke-10 WNI tersebut tidak lepas dari kesediaan pihak perusahaan membayar tebusan senilai 50 juta peso atau Rp 14,5 miliar. Retno tampak terdiam dan memilih menyingkir saat awak media mulai mengajukan pertanyaan.
Pun demikian dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. ’’Presiden mengutamakan keselamatan para sandera. Ini adalah kata kunci,’’ ujarnya. Menurut dia, dalam diplomasi total yang dilakukan pemerntah, TNI juga terlibat dan mengambil peran operasi intelijen. Pemerintah akan kembali melakukan diplomasi untuk membebaskan empat sandera yang masih berada di tangan Abu Sayyaf.
Sementara Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso menuturkan bebasnya 10 WNI dari penyanderaan Kelompok Bersenjata Abu Sayyaf merupakan keberhasilan semua pihak. Pembebasan ini merupakan hasil kerja keras semua institusi. ”Detilnya pengumuman akan dilakukan pemerintah ya,” paparnya dihubungi Jawa Pos kemarin.
Informasi yang diterima Jawa Pos, pembebasan 10 sandera asal Indonesia ini dikarena tebusan Rp 14,3 miliar telah dibayarkan. Pengamat Terorisme Al Chaidar menuturkan, pembayaran uang tebusan ini sebenarnya dilematis, sebab di satu sisi untuk menyelamatkan WNI. Namun di sisi lain justru memberikan dampak negate yang cukup besar. ”Dampak politisnya cukup tinggi,” tuturnya.
Dampak itu bisa jadi justru membuat WNI menjadi incaran dari kelompok Abu Sayyaf. Sehingga, kelompok teror itu berharap bisa mendapatkan dana segar kembali. ”WNI bisa menjadi lebih terancam lagi,” ujarnya.
Tidak hanya itu, metode penyanderaan Abu Sayyaf ini juga bisa menjadi percontohan untuk kelompok bersenjata lainnya. Dia menuturkan, kemungkinan besar kelompok Abu Sayyaf akan menyebarkan berbagai metode penyanderaannya yang membuahkan hasil. ”Nah, ini bisa dilakukan lagi oleh kelompok yang lainnya,” terangnya.
Belum lagi, bila dana itu digunakan untuk membiaya aksi terornya, seperti membiayai logistik, baik persenjataan hingga pasukan. ”Bisa jadi, kekuatan ABU Sayyaf menjadi lebih berbahaya setelah ini semua,” paparnya.
Namun, ada solusi yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi semua kemungkinan itu. Yang pertama, pemerintah Indonesia bisa berupaya dengan membekukan rekening milik kelompok Abu Sayyaf tersebut. ”Kalau itu bank asing, tentunya tetap bisa dilakukan dengan kerjasama internasional,” jelasnya.
Dengan dibekukannya rekening itu, maka uang itu tidak bisa digunakan untuk kepentingan apapun. Dia menjelaskan, ini membutuhkan kecepatan, karena mungkin saja uang dalam rekening itu langsung dipindahkan atau diambil. ”Kalau bisa secepatnyalah,” ujarnya.