BADUNG – Sukses perhelatan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Partai Golkar memang mempertontonkan pentas demokrasi prosedural yang berkualitas. Proses yang sejak awal berjalan dinamis dipungkasi dengan kedewasaan politik yang mumpuni. Ade Komarudin (Akom) memutuskan untuk tidak melanjutkan pemilihan ke putaran kedua setelah mengetahui selisih perolehan suaranya dengan Setya Novanto (Setnov) terpaut jauh.
Namun, terpilihnya Setnov mendapat penilaian bernada pesimistis dari sebagian kalangan. Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Dodi Ambardi menyatakan bahwa Setnov yang mewakili wajah konservatif di internal Golkar tidak akan membawa perubahan radikal. Bahkan, selama ini Setnov terkesan menjalankan proses politik sebagai proses administrasi belaka. ’’Ketika dia menjadi ketua DPR, seremoni dan administrasi menjadi ciri dia,’’ ujar Dodi saat dihubungi kemarin (17/5).
Selain itu, lanjut Dodi, kepemimpinan Setnov di Golkar berpotensi membawa efek buruk bagi citra partai berlambang beringin tersebut dalam pelaksanaan pemilu mendatang. Khususnya di kelompok masyarakat kelas menengah perkotaan.
’’Mereka adalah pemilih yang aktif mengonsumsi informasi. Mayoritas mereka tahu skandal Setnov pada kasus Freeport yang lalu,’’ kata peraih gelar PhD dari Ohio State University pada 2008 tersebut.
Dodi mengingatkan, sosok ketua umum tetap menjadi salah satu dasar acuan pemilih dalam menjatuhkan pilihan politiknya. ’’Rekam jejak Setnov akan jadi pertimbangan,’’ tegasnya.
Pengamat politik Indo Strategi Andar Nurbowo menuturkan, kemenangan Setnov adalah simbol ’’kemenangan istana.’’ ’’Operasi politik ini tentu menguntungkan pemerintah. Golkar berada dalam genggaman,’’ jelas dia. Sebaliknya, kekalahan Ade adalah kekalahan Jusuf Kalla (JK). Mantan ketua umum Golkar itu gagal menunjukkan posisi tawar politiknya sebagai wakil presiden.
Menurut Andar, terpilihnya Setnov sekaligus menjamin stabilitas politik terhadap setiap kebijakan pemerintah. Partai Golkar mungkin juga memperoleh ’’manfaat.’’ ’’Bagi Partai Golkar, kadernya bisa masuk jadi menteri. Saya yakin, setelah munaslub, tidak lama lagi ada reshuffle kabinet jilid ke-2,’’ ungkapnya.
Pandangan senada disampaikan Hanta Yuda, direktur eksekutif Pol-Tracking Institute, di arena munaslub Partai Golkar, Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC). Menurut Hanta, dalam relasi dengan pemerintahan, sosok Setnov lebih mudah ’’dikendalikan’’ pemerintahan Joko Widodo bila dibandingkan dengan Akom. Jika Akom yang menjadi Ketum Golkar, struktur internal beringin akan lebih condong kepada Jusuf Kalla yang men-support-nya.